DPAD Yogyakarta

JADWAL RETENSI ARSIP, PENILAIAN, DAN PEMUSNAHAN ARSIP (Oleh : Rusidi*)

 Artikel Kearsipan  6 January 2017    247296


Sekilas nampak ada kejanggalan hubungan antara jadwal retensi arsip, penilaian arsip, dan pemusnahan arsip. Jadwal retensi arsip adalah ketentuan berapa lama suatu arsip harus disimpan sebagai arsip aktif, arsip inaktif dan nasib akhir arsip yang bersangkutan musnah atau tidak musnah (statis). Penilaian arsip adalah analisa informasi terhadap sekelompok arsip untuk menentukan nilai guna danjangka simpan arsip dilihat dari kaidah hukum dan kepentingan operasional lembaga pencipta. (ANRI, 2002). Penilaian arsip dalam rangka pemusnahan merupakan tindakan menganalisis apakah arsip yang menurut JRA dinyatakan musnah benar-benar sudah boleh dimusnahkan. Sedangkan pemusnahan adalah pembunuhan suatu arsip dengan cara menghancur leburkan secara total sampai sampai tidak dikenali lagi baikbentuk fisiknya maupun informasinya.

Kemudian dimana letak kejanggalan ketiga hal di atas adalah ;

1. Dalam JRA telah ditentukan arsip apa, disimpan berapa lama, dan setelah masa simpan habis maka dimusnahkan atau diserahkan sebagai arsip statis. Sehingga kegunaan JRA adalah sebagai alat untuk mengatur arsip berapa lama suatu arsip harus disimpan, dan kapan harus dimusnahkan atau diserahkan. Jadwal Retensi Arsip memiliki kekuatan hukum yang tetap karena disusun dalam bentuk produk hukum yaitu peraturan gubernur/bupati/walikota dan disetujui oleh lembaga kearsipan tertinggi di Indonesia yaitu Kepala ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia). Jadwal Retensi Arsip sudah disusun sudah sedemikian rupa, tidak sembarangan tetapi sudah menggunakan perhitungan yang matang dan berdasarkan pedoman retensi yang dibuat oleh ANRI yang melibatkan lembaga – lembaga terkait. Sehingga apabila melihat proses penyusunannya, sudah barang tentu kualitas pedoman retensi maupun JRA tidak lagi diragukan. Sehingga dengan JRA maka kegunaan dan “masa depan” arsip telah jelas dan tegas

Tetapi mengapa ketika instansi akan memusnahkan arsipnya harus dilakukan penilaian lagi ? Bukankah sudah dinyatakan dengan jelas dan tegas dalam JRA mengenai nasib akhir arsip ? Kalau demikian apa fungsi dari JRA ?

2. Jadwal Retensi Arsip yang disusun oleh pemerintah daerah, sebelum ditanda tangani oleh Gubernur/Bupati/walikota wajib dimintakan dan mendapat persetujuan Kepala ANRI terlebih dahulu. Maka ada jaminan bahwa JRA yang disusun oleh pemda sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak melanggar kaidah-kaidah kearsipan sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan terjadinya pemusnahan terhadap arsip yang sebenarnya tidak boleh dimusnahkan yang akan berakibat hilangnya informasi kesejarahan atau sebaliknya instansi juga tidak akan menyimpan arsip yang seharusnya tidak disimpan selama-lamanya yang akan berdampak terjadinya pemborosan.

Tetapi mengapa ketika instansi akan melaksanakan pemusnahan arsip harus mendapat persetujuan ANRI (untuk arsip yang memiliki umur simpan minimal 10 tahun ? Bukankah Kepala ANRI sudah menyetujui JRA yang diusulkan oleh instansi ? Kalau demikian apa gunanya Kepala ANRI memberikan persetujuan JRA kalau pemusnahannya juga masih minta persetujuan Kepala ANRI ?

Hal ini yang melatarbelakangi penulis tertarik untuk menguraikan tentang JRA, penilaian, dan pemusnahan serta keterkaitan ketiga hal tersebut .

A. Jadwal Retensi Arsip

Undang-Undang Kearsipan Nomor 43 Tahun 2009 pasal 48 mengamanatkan setiap instansi untuk menyusun Jadwal Retensi Arsip. Bahkan hukumnya wajib dan bagi yang tidak melaksanakan dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 78 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut ; “ Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal …..48 ayat (1) …..dikenai sanksi administrative berupa teguran tertulis”. Kemudian ayat (2) ; “ apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenai sanksi administrative berupa penundaan kenaikangaji berkala untuk palinglama 1 (satu) tahun. Dan ayat (3) ; “apabila selama 6 (enam) bulan berikutya tidak melaakkan perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.

Kewajiban yang disertai sanksi tersebut menunjukan betapa pentingnya JRA dalam pengelolaan kearsipan. Kalau boleh saya ibaratkan, JRA itu seperti tongkat bagi orang buta. Tongkat yang akan membimbing si buta untuk berjalan menuju tujuan. Tongkat sekaligus sebagai pelindung bagi si buta agar tidak masuk lubang sekaligus sebagai tanda bagi orang lain, pengendara mobil/motor sehingga mereka berhati-hati dan mengalah bahkan melindungi si buta tersebut. Demikian juga dengan JRA, JRA akan menuntun pemilik arsip dalam memperlakukan arsip yang dimilikinya. Berapa lama arsip harus disimpan, kapan dimusnahkan atau diserahkan. Dan JRA sekaligus akan melindung pemilik dari jeratan hukum apabila terjadi “kesalahan” dalam melaksanakan pemusnahan arsip. Misalnya, arsip yang sudah dimusnahkan tiba-tiba dicari kembali untuk barang bukti penyelesaian suatu kasus, dan lain sebagainya. Maka apabila terjadi hal seperti ini maka pelaksana pemusnahan tidak dapat dituntut karena sudah berpedoman pada JRA ketika melakukan pemusnahan dan sudah melalaui prosedur yang dipersyaratakan dalam peraturan perundangan pemusnahan.

Karena itulah, JRA harus dibuat dalam bentuk produk hukum agar mempunyai kekuatan hukum dan disetujui oleh Kepala ANRI sebelum disahkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota. Beda halnya bagi instansi yang tidak memiliki JRA. Dapat dipastikan program pemusnahan akan sulit dilaksanakan.


B.Penilaian

Penilaian arsip merupakan tindakan yang dilakukan oleh tim/panitia yang berupa kajian/analisa terhadap arsip yang akan dimusnakan. Tindakan ini bertujuan untuk pemantapan dan lebih meyakinkan bahwa arsip yang sudah dinyatakan musnah dalam JRA benar-benar sudah waktunya untuk dimusnahkan karena tidak lagi digunakan baik oleh pemilik maupun oleh pihak lain, tidak ada peraturan yang melarang, dan tidak terkait dengan suatu perkara baik yang sedang berlangsung maupun yang dimungkinkan kelak akan muncul.

Jadi penilaian arsip dalam rangka pemusnahan bertujuan untuk menjajaki posisi arsip dalam kondisi saat ini dan kemungkinan - kemungkinan akan datang. Maka penilaian arsip tidak boleh dilakukan sembarang orang dan secara sembarangan karena membawa resiko yang sama-sama berat apabila sampai terjadi kesalahan dalam menentukan vonis/nasib akhir suatu arsip. Pertama, arsip yang sebenarnya tidak atau belum boleh musnah tetapi divonis boleh dimusnahkan maka organisasi akan kehilangan barang bukti, memori organisasi yang tidak tergantikan oleh apapun. Artinya organisasi akan kecewa sampai mati. Sebaliknya apabila arsip yang sebenarnya boleh dan sudah waktunya dimusnahkan tetapi masih disimpan maka organisasi telah melakukan tindakan pemborosan baik tempat, peralatan, waktu, tenaga, dan biaya. Oleh karena itu untuk meminimalisir resiko terjadinya kesalahan dalam penilaian, maka penilaian wajib dilakukan oleh Tim /Panitia Penilai. Selain itu hasil penilaian harus mendapat persetujuan dari Gubernur/Bupati/Walikota bahkan untuk arsip yang retensinya 10 tahun atau lebih wajib mendapat persetujuan dari Kepala ANRI (PP 28 Tahun 2012 psl 66-78). Hal ini dilakukan karena yang akan dimusnahkan adalah satu-satunya barang bukti yang otentik.

C.Pemusnahan

Tindaklanjut dari kegiatan penilaian adalah pemusnahan setelah hasil penilaian disetujui oleh pejabat yang berwenang. Sebelum mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang dilarang keras siapapun melaksanakan pemusnahan. Pelanggaran terhadap larangan tersebut akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kearsian Nomor 43 tahun 2009 pasal 86 yang menyatakan bahwa “ Setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)”.

Persetujuan pemusnahan diperlukan untuk meminimalisir terjadinya salah musnah yang dapat menimbulkan masalah yang lebih luas bisa masalah ekonomi, sosial, agama, politik, keamanan, budaya dan lain sebagainya. Pemusnahan arsip harus total artinya baik fisik maupun informasinya harus tidak dapat dikenali lagi. Adapun teknisnya dapat dilakukan dengan cara dibakar, didaur ulang/kimiawi, dicacah, atau cara lain yang mampu menjamin leburnya arsip sehingga tidak memungkin lagi untuk digunakan dan disalahgunakan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Kegiatan ekskusi arsip harus didokumentasikan dan dikelola sebagai arsip vital (PP 28/2012 pasal 78), dan berdasarkan Peraturan Kepala Arsip Nasional RI Nomor 19 Tahun 2015, dokumen pemusnahan arsip merupakan arsip permanen setelah disimpan selama 2 tahun sebagai arsip dinamis. yaitu : Surat Keputusan Pembentukan Panitia Penilai, penilaian panitia penilai, permintaaan persetujuan pemusnahan, penetapan arsip yang akan dimusnahkan, berita acara pemusnahan, daftar arsip yang dimusnahkan. Dan apabila diperlukan dapat ditambah surat perjanjian pemusnahan apabila pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga, dan dapat dilengkapi dengan dokumen lain seperti foto maupun rekaman video pada saat pelaksanaan pemusnahan.

D. Keterkaitan antara JRA, Penilaian, dan Pemusnahan

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa arsip bukan informasi biasa karena informasi yang terkandung dalam arsip bukan informasi yang dibuat-buat tetapi informasi yang lahir secara alami. Maka ia juga akan digunakan secara alami pula sehingga sulit dipastikan kapan suatu arsip akan digunakan lagi, bisa satu minggu, satu bulan, satu tahun, bahkan sepuluh tahun atau ratusan tahun yang akan datang arsip akan dibangunkan lagi untuk digunakan kembali. Tidak ada yang tahu.

Tetapi perlu disadari bahwa arsip lahir setiap hari. Bagaimana kalau tidak ada arsip yang mati ? Mampukah organisasi menampung semua arsip yang lahir ? Berapa tempat yang harus disiapkan ? Berapa peralatan, tenaga, waktu yang harus sediakan ? Seperti didunia ini bagaimana kalau tidak ada manusia yang meninggal sedangkan puluhan bahkan ratusan bayi lahir setiap hari ? Pasti akan terjadi masalah besar. Demikian pula dengan arsip apabila tidak ada program pemusnahan maka akan timbul masalah besar bagi pencipta arsip maupun pemerintah. Oleh karena itu Undang-Undang Kearsipan Nomor 43 Thaun 2009 mewajibkan setiap pencipta melakukan pemusnahan arsip berdasarkan Jadwal Retensi Arsip.

Pemusnahan dilakukan terhadap arsip-arsip yang dinyatakan musnah berdasarkan JRA dan memang sudah tidak digunakan baik oleh pemilik maupun masyarakat setelah sebelumnya dilakukan penilaian. Sehingga arsip yang dimusnahkan benar-benar sudah tidak digunakan. Kalaupun suatu saat nanti arsip yang sudah terlanjur dimusnahkan tiba-tiba di cari kembali untuk digunakan karena terkait dengan masalah yang terjadi maka hal tersebut sudah diluar kemampuan manusia. Maka anggap saja sebagai takdir yang memang harus terjadi dan tidak perlu ditangisi. Apabila pemusnahan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yaitu berdasarkan JRA, sudah dilakukan penilaian, dan disetujui pejabat yang berwenang.

Oleh karena itu antara JRA, penilaian, dan pemusnahan ibarat sebuah gambar segitiga yang antara garis yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kalau hilang satu garis saja tidak lagi dinamakan gambar segitiga tetapi sudah gambar sudut. Ketika instansi akan melakukan pemusnahan maka harus melihat JRA apakah arsip yang akan dimusnahkan termasuk golongan arsip musnah atau bukan ?. Kemudian kalau menurut JRA termasuk golongan arsip musnah, apakah sesuai kondisi saat ini arsip tersebut sudah waktunya untuk dimusnahkan ? Guna menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan tindakan penilaian untuk menguji kembali kesesuaian antara arsip dengan kondisi terkini. Dan setelah arsip dilakukan penilaian dan hasil dari penilaian adalah musnah maka arsip harus segera dimusnahkan setelah mendapat persetujuan, karena kalau tidak segera ditindaklanjuti dengan pemusnahan maka tidak ada gunanya dilakukan penilaian karena tetap akan menjadi beban instansi terkait dengan pemeliharaan. Pada hal tujuan dari penilaian dan pemusnahan adalah efisiensi sumber daya atau pengurangan beban pengelolaan.

E. Kesimpulan

Memiliki JRA dan melaksanakan pemusnahan merupakan kewajiban bagi setiap instansi. Dan salah satu tahapan dalam pemusnahan adalah penilaian dan permintaan persetujuan. Ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Persetujuan pemusnahan dari pejabat yang bewenang diperlukan untuk meminimalisir munculnya masalah dikemudian hari dan sekaligus sebagai upaya penyelamatan bukti-bukti sejarah.

*Arsiparis Madya Badan Perputakaaan dan Arsip Daerah DIY,


Referensi

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan

Peraturan Kepala Arsip Nasional RI Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pedoman Retensi Arsip Urusan Kearsipan

Penyusutan Arsip, Seri Bahan Pengajaran Diklat Jabatan Fungsional Arsiparis,Jakarta : Arsip Nasional Republik Indonesia, 2002.



Artikel Kearsipan Lainnya

Penataan dan Penyimpanan Dokumen Persidangan Penataan dan Penyimpanan Dokumen Persidangan
 6 August 2008  3322

Dewan Perwakilan rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga politik di daerah yang memiliki fungsi strategis dalam kehidupan berbangsa...

HUKUM KEARSIPAN PERUSAHAAN HUKUM KEARSIPAN PERUSAHAAN
 27 December 2010  3424

Penyelenggaraan kearsipan di Indonesia secara umum didasarkan pada Undang- Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang  Kearsipan. ...