Tentu saja bukan sekedar mensejajarkan nama dua kota yang berada di dua negara. Bukan juga untuk membanding-bandingkan secara matematis berbagai aspek yang ada dari kedua kota. Apabila pada tanggal 20 Oktober 2010 diluncurkan Kyoto Books Corner, tentu bukan sesuatu yang datang dengan tiba-tiba. Akan tetapi adalah sebagai bagian dari perjalanan panjang dari adanya Kota Kembar, Jogja-Kyoto. Jogja dapat diposisikan sebagai representasi Indonesia, sedangkan Kyoto sebagai representasi dari Jepang. Indonesia dan Jepang adalah dua bangsa yang memiliki keterikatan sejarah yang tidak dapat dipisahkan. Sudah tentu, di balik puing-puing sejarah yang menyakitkan sebagai bangsa yang pernah dijajah dan yang pernah menjajah, ada segi-segi positif yang dapat dipetik dari catatan sejarah tersebut. Setidak-tidaknya karena catatan buram tersebutlah yang menjadikan Bangsa Indonesia sanggup memproklamasikan kemerdekaan negeri sendiri, bukan pemberian penjajah. Antara bangsa Indonesia dan Jepang memiliki beberapa kesamaan. Indonesia dan Jepang adalah dua bangsa yang pernah luluh lantak karena perang. Bedanya Jepang mampu bangkit dan berlari, Bangsa Indonesia terkesan bangkit ‘mengucek’ mata, terbelalak, lalu terkagum-kagum melihat orang lain. Selain sebagai bangsa yang pernah merasakan penderitaan sebagai akibat perang, secara kultural antara keduanya juga memiliki beberapa kesamaan. Indonesia dan Jepang adalah bangsa yang memiliki latar belakang mitologi dewa-raja. Silsilah raja yang berkuasa di kerajaan-kerajaan yang ada nusantara memiliki kemiripan dengan latarbelakang mitologi para kaisar yang memerintah Jepang. Konsep ‘raja sebagai wakil Tuhan di dunia’ yang diyakini sebagian Bangsa Indonesia, sejalan dengan konsep kaisar sebagai keturunan Dewa Matahari. Apabila Jepang memiliki tradisi militer yang militan, kultur Bangsa Indonesia pun menempatkan nilai-nilai kemiliteran sebagai nilai tertinggi. Bukankah dalam cerita wayang, atau sebagian besar cerita rakyat di Indonesia mengajarkan mati sebagai satria yang membela negara merupakan pengabdian paling luhur !?! Hal yang membedakan adalah capaian-capaian kemajuan yang menghinggapi kedua bangsa. Tak ada yang membantah bahwa Jepang adalah salah satu bangsa termaju di dunia! Juga sulit untuk dibantah kalau indeks kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia ada di kisaran 110 dunia. Atau prestasi tim nasional sepakbola Indonesia yang berada di rangking 180 FIFA. Sesama bangsa Asia, sesama bangsa yang memiliki banyak kemiripan, sesama bangsa yang pernah merasakan pahitnya peperangan, kenapa Jepang dapat menjelma menjadi bangsa yang memperoleh banyak kemajuan, sedangkan kita masih menjadi bangsa yang mengagumi kemajuan? Mesti harus ada yang perlu dievaluasi! Kyoto Books Corner mestinya bukan sekedar dikembari dengan Jogja Books Corner di Kyoto tetapi harus menjadi semangat bagi Bangsa Indonesia, khususnya yang ada di Yogyakarta untuk menjadikan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sebagai ‘ruh yang menggerakkan’ agar bisa mengimbangi kemajuan Bangsa Jepang. Alangkah bodohnya kita apabila hanya ‘sekedar’ bangga di Jogja ada Kyoto Books Corner tanpa mengambil makna dari semangat kota kembar ini. Alangkah dungunya kita apabila hanya ‘sekedar’ berdecak kagum dengan kemajuan Bangsa Jepang kalau hal itu tidak mampu menggerakkan kaki kita menuju kemajuan! Oleh karena itu,’momentum kecil’ peluncuran Kyoto Books Corner mestinya menjadi inspirasi untuk bangkit dan berlari mengejar ketertinggalan. Bukan hanya di bidang perpustakaan tetapi di segala bidang ! (HAN)
Opini Lainnya
AUKUS Makes ASEAN a Battlefield with China by. Hendrikus Franz Josef, M.Si, (International Relations Observer, CEO The...
Dalam kurun waktu 24 jam setelah dirilis Windows 8 Consumer Preview telah diunduh satu juta kali. Tentu ini menjadi kabar gembira...
ICBM, SLBM, & Stealth Bomber-Based Nuclear Strength Map Analysis by. Hendrikus Franz Josef, M.Si\ (International Relations...
Neural Computer, Processor of Human Brain Neurons by: Hendrikus Franz Josef, M.Si\ (International Relations Observer, CEO The...