Oleh karena video di atas error, mohon klik tautan link di bawah ini:
Jika ingin membacanya, hentikan dahulu videonya, untuk meneruskannya klik play lagi. Untuk membacara direkomendasikan melalui layar PC/Laptop, tablet
atau minimal smarphone 6 inch ke atas dengan mode landscape/horizontal agar lebih leluasa membacanya. Video bergulir ke bawah agak cepat untuk menmguragi durasi video.
Pada masa Hindia Belanda, sistem pertanahan mengalami perubahan besar dengan diterapkannya kebijakan kolonial Belanda yang berdampak signifikan pada masyarakat dan struktur kepemilikan tanah di wilayah Indonesia (sebelumnya disebut Hindia Belanda). Beberapa aspek penting dari arsip pertanahan pada masa Hindia Belanda meliputi:
Tanah Tepi dan Tanah Partikulir: Sistem pertanahan pada masa Hindia Belanda dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu tanah tepi dan tanah partikulir. Tanah tepi adalah tanah yang dikuasai langsung oleh pemerintah kolonial Belanda, sementara tanah partikulir adalah tanah yang dimiliki oleh masyarakat pribumi atau pihak swasta, termasuk perusahaan-perusahaan Belanda yang besar.
Tanah Hak Milik dan Tanah Hak Sewa: Di bawah sistem kolonial Belanda, tanah bisa dimiliki dengan hak milik (eigendom) atau dengan hak sewa (erfpacht). Tanah dengan hak milik berarti pemiliknya memiliki hak penuh atas tanah tersebut, sementara tanah dengan hak sewa berarti pemilik hanya memiliki hak penggunaan tanah selama jangka waktu tertentu dengan membayar pajak sewa.
Domein Verklaring: Adalah suatu akta yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda yang mengakui atau menegaskan status kepemilikan tanah pribumi.
Surat Ukur: Dokumen yang mendetail tentang batas-batas tanah dan hak kepemilikan, yang penting untuk memastikan hak-hak dan kepemilikan tanah.
Residen Landrechten: Perjanjian antara penguasa setempat dengan pemerintah kolonial Belanda mengenai hak-hak atas tanah, yang pada beberapa kasus memberikan otoritas kolonial atas pengaturan tanah di wilayah-wilayah tertentu.
Pendaftaran Tanah: Di beberapa wilayah tertentu, pemerintah kolonial Belanda mencoba melakukan pendaftaran tanah (grondboek) untuk mencatat kepemilikan dan hak-hak tanah. Namun, pendaftaran ini tidak mencakup seluruh wilayah Indonesia dan masih terbatas.
Perlu diingat bahwa kebijakan pertanahan pada masa Hindia Belanda sangat berpengaruh pada struktur sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia, dan dampaknya masih terasa hingga saat ini. Sistem pertanahan yang diterapkan oleh Belanda juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan konflik pertanahan dan masalah agraria di Indonesia pada masa kemerdekaan dan setelahnya.