DPAD Yogyakarta

MENGENAL WISATA BUDAYA CANDI CANGGAL

 Artikel Perpustakaan  23 September 2013  Super Administrator  12856

MENGENAL WISATA BUDAYA CANDI CANGGAL
Disarikan dari naskah siaran RRI Yogyakarta

Titi Mumfangati
Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta


Bagi masyarakat Jawa, istilah candi dipergunakan untuk memberi istilah pada bangunan peninggalan sejarah dari jaman Hindu dan Buddha di Jawa. Istilah candi berasal dari kata Candika, yaitu salah satu nama untuk Durga sebagai Dewi Kematian. Oleh karenanya, sering muncul anggapan bahwa candi selalu berkaitan dengan kematian. Memang, berdasarkan catatan arkeologi, candi pada umumnya dibangun sebagai tempat pemakaman atau penyimpanan abu jenasah seorang raja atau tokoh tertentu. Namun tidak semua yang disebut candi merupakan tempat pemakaman. Fungsi sebagai tempat pemujaan jauh lebih menonjol dan menjadi karakteristik khas dari setiap bangunan candi.
Dari sisi kosmologi, candi-candi selalu dibangun berdasarkan kepercayaan tentang keselarasan antara jagad raya sebagai makrokosmos dengan dunia manusia sebagai mikrokosmos. Kehidupan manusia senantiasa dipengaruhi oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari kekuatan alam di lingkungannya. Apa yang akan terjadi, tergantung dari kemampuan manusia dalam menyiasati keselarasan hidup mereka dengan jagad raya. Pembangunan candi juga mempertimbangkan segi mitologi, astronomi serta mengacu pada kekuatan spiritual sesuai dengan fungsinya sebagai tempat pemujaan.
Sebagai sebuah bangunan, secara vertikal candi terdiri dari 3 bagian, yaitu : bagian kaki, tubuh dan atap candi. Bagian kaki yang menjadi pondasi candi umumnya berbentuk persegi. Pada satu atau beberapa sisinya, terdapat tangga yang dipergunakan untuk mencapai bagian yang lebih tinggi. Pada bagian tengah pondasi inilah terkadang dijumpai lubang yang berfungsi untuk menyimpan abu jenasah raja. Di atas lubang ditempatkan patung dewa yang dianggap menjelma ke dalam tubuh sang raja.
Bagian tubuh candi umumnya berbentuk bilik dengan ukuran yang lebih kecil dari bagian kaki, sehingga masih terdapat ruang yang terbuka di sisi luarnya. Pada bagian ini seseorang bisa berjalan mengelilingi candi, yang dikenal dengan istilah Pradaksina. Bagian atas candi berupa atap yang menutup tubuh atau bilik candi. Bentuknya menyerupai gunung yang bertangga-tangga, menyerupai mahkota, lingga atau stupa. Dari sisi bentuk, candi-candi di Jawa Tengah umumnya lebih ramping dibanding candi-candi di Jawa Timur yang usianya lebih muda.  Secara horizontal, lingkungan suatu candi biasanya terbagi menjadi beberapa bagian halaman, yaitu : halaman pertama di bagian pusat atau jeroan, halaman kedua di sisi luarnya yang disebut tengahan, serta halaman paling luar atau disebut njaba.
Candi-candi di Jawa Tengah umumnya terbuat dari batu andesit yang biasa terdapat di sekitar gunung berapi. Bahan-bahan lain seperti batu putih hanya dipergunakan sebagai pelengkap, misalnya sebagai pagar keliling candi. Batu-batu ini disusun tanpa adonan spesial, kecuali pada bagian tertentu di sisi luar. Setelah bentuknya tersusun, barulah hiasan-hiasan dipahatkan pada permukaaannya yang rata. Pada saat ditemukan, sebagian besar candi berada dalam kondisi rusak berat. Bebatuan yang menjadi inti bangunannya berserakan di sejumlah tempat, terkadang hingga jauh dari tempatnya semula. Bahkan sebagian dari bebatuan candi yang bernilai sejarah itu telah berubah fungsi, seperti menjadi tanggul atau pondasi rumah penduduk yang bermukim di sekitarnya.
Banyak alasan yang biasanya dikemukakan untuk menjelaskan kerusakan candi-candi di masa lampau.  Di antaranya adalah terjadinya bencana alam yang sangat dahsyat, seperti banjir, gempa bumi, atau letusan gunung berapi. Peperangan dan perebutan kekuasaan juga ditengarai menjadi penyebab kerusakan itu. Dalam setiap peperangan, pusat-pusat pemerintahan kerajaan umumnya menjadi target untuk dibumihanguskan. Candi sebagai bangunan suci pun tak luput dari pengrusakan dan penghancuran selama perang berlangsung.
Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan Raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).
Kompleks dari reruntuhan candi ini mempunyai ukuran 50 m x 50 m terbuat dari jenis batu andesit, dan di sini pada tahun 1879 ditemukan prasasti Canggal yang dikenal sekarang ini. Selain prasasti Canggal, dalam candi ini dahulu juga ditemukan altar yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina atau Andini.  Candi Canggal atau Candi Gunung Wukir memiliki satu candi induk yang menghadap ke arah timur dan tiga candi perwara. Di candi perwara yang tepat menghadap ke candi induk, berisi arca Nandi yang merupakan tunggangan Siwa. Candi perwara di kiri dan kanannya, diduga berisi arca angsa (tunggangan Brahma) dan arca garuda (tunggangan Vishnu). Sayang kedua arca tersebut tidak ada. Tidak ada satu pun bangunan di kompleks candi ini yang berdiri utuh. Candi induk hanya menyisakan bagian lantainya saja dan sebuah yoni di tengah-tengahnya.
Kalau dilihat dari ukurannya, kemungkinan candi induk ini hampir sama besarnya dengan candi induk di Candi Sambisari. Di sekitar candi induk terdapat batu-batu candi yang ditempatkan dengan rapi. Tidak ada arca lain, yang ada hanya beberapa wadah air semacam lumpang. Mungkin ini terkait dengan upacara sembahyang umat Hindu yang menggunakan air.
Kompleks Candi Gunung Wukir berukuran 50×50 meter. Di dalamnya terdapat 1 candi induk yang ukurannya lebih besar daripada yang lainnya dan 3 candi perwara, yang terbuat dari batu andesit. Candi induk menghadap ke arah timur. Karena kepercayaan masyarakat zaman dahulu berorientasi ke matahari terbit yang melambangkan kelahiran. Bangunan candi induk waktu ditemukan hingga sekarang, belum utuh sepenuhnya. Sekarang, hanya terdapat bagian ‘kaki’-nya dan terlihat juga batu isiannya saja. Di tengah bangunan utama terdapat sebuah Yoni. Diperkirakan di atas Yoni, dulunya terdapat sebuah lingga. Dari temuan Yoni tersebut, dapat diketahui juga bahwa Candi Gunung Wukir berlatar belakang Agama Hindu.
Candi perwara di bagian utara merupakan candi yang sedikit lebih utuh dari pada yang lainnya. Walaupun belum sempurna, sudah terpasang pintu masuk candi perwaranya. Di dalam candi terdapat terdapat sebuah Yoni yang ukurannya lebih kecil daripada Yoni candi induk. Candi perwara bagian tengah, berhadapan langsung dengan candi induk. Yang dapat disaksikan adalah sebuah arca Nandi dalam posisi mendekam dengan panjang 1,5 meter dan tingginya 60 cm.Candi perwara di bagian selatan merupakan yang paling tidak utuh. Bagian kulit candi sudah banyak yang hilang dan hanya nampak batu isian dari kaki candinya. Di dalam bilik (ruangan) candi ini sudah tidak ditemukan objek pemujaannya. Dan belum jelas juga berupa apakah objek pemujaan tersebut.
Di Kompleks Candi Canggal atau Candi Gunung Wukir terdapat Yoni yang terpisah dari candi yang letaknya di sebelah timur candi perwara bagian selatan. Diperkirakan Yoni tersebut digunakan pada upacara-upacara tertentu pada masanya. Beberapa meter di sebelah selatan candi induk terdapat sebuah lumpang batu. Lumpang batu yang serupa juga ditemukan di atas sungai yang terletak di bawah bukit tempat Candi Gunung Wukir berada.
Sumber mata     air merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah candi. Karena air dianggap suci oleh masyarakat pada masa tersebut. Tempat yang baik dalam membangun bangunan suci (candi) adalah di tempat yang tinggi, di atas bukit atau gunung. Di samping itu, bangunan suci sebaiknya berada di dekat air (baik sungai, danau, laut). Bila sumber air tidak ada, harus dibuatkan kolam atau tempat menampung air yang diletakkan di halaman candi. Oleh sebab itu, lumpang batu yang ada di Kompleks Candi Gunung Wukir tersebut kemungkinan digunakan sebagai wadah air.
Pada Candi Gunung Wukir bangunan masih menyisakan bagian kaki dan tubuhnya, sedangkan atapnya tidak ada lagi karena rusak (runtuh). Adapun candi-candi Pervaranya yang berjumlah 3, bangunan yang  tersisa hanya pondasinya saja. Di situs Candi Gunung Wukir sekarang ini hanya dijumpai sisa bangunan candi, yaitu bagian kaki candi terbawah yang di permukaannya dalam posisi yang miring terdapat batu yoni. Di depan sisa candi itu masih terdapat 3 candi Pervara yang hanya meninggalkan bagian kaki dan sedikit dinding tubuhnya, atap candi-candi Pervara itu tidak ada lagi. strukturnya masih relatif utuh, ada bagian kaki, tubuh, dan atapnya, walaupun memang tidak sempurna sekali. Ukuran candi-candi itu pun relatif kecil apabila dibandingkan dengan candi-candi yang dibangun dalam masa yang kemudian.
Menurut perkiraan, candi ini merupakan candi tertua yang dibangun pada masa pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka). Bangunan yang mempunyai ukuran 49 m x 49 m ini terbuat dari jenis batu andesit, dan  pada tahun 1879 ditemukan prasasti Canggal yang banyak kita kenal sekarang ini. Selain prasasti Canggal, dalam candi ini dulu juga ditemukan altar yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina atau Andini.
Prasasti Canggal adalah prasasti yang menggunakan angka tahun untuk pertama kali. Prasasti Canggal berangka tahun 654 Saka atau 732 M. Prasasti ini ditemukan di lokasi situs Candi Gunung Wukir. Prasasti itu menceritakan pertama kali candi itu dibangun. Benih kebudayaan India itu disemaikan di lahan yang tepat dan subur. Kesuburan ini ditandai dengan situs candi yang selalu berlokasi di wilayah pertanian subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di Jawa Tengah. Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan dan di tengahnya banyak mengalir sungai besar di antaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnya subur sehingga pertumbuhan penduduknya cukup pesat.
Selain prasasti yang menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram ada juga banyak bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan Mataram yaitu seperti candi-candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang terletak di Jawa Tengah Utara. Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak candi-candi yang lain. Dari prasasti-prasasti maupun candi-candi tersebut, dapat diketahui keberadaan kerajaan Mataram dalam berbagai bidang kehidupan.



Artikel Perpustakaan Lainnya

Certification of Competence for Indonesian Librarians Certification of Competence for Indonesian Librarians
 5 January 2018  3008

In this paper will bereviewed about the ability and competence of Indonesian librarian. The methodutilized in this paper is...

SEMINAR PENULISAN DAN PENERBITAN ARTIKEL OPINI BERLISENSI CREATIVE COMMON SEMINAR PENULISAN DAN PENERBITAN ARTIKEL OPINI BERLISENSI CREATIVE COMMON
 28 February 2021  1159

SEMINAR PENULISAN DAN PENERBITAN ARTIKEL OPINI BERLISENSI CREATIVE COMMON Syiah Kuala University Press mengundang para penulis,...

LIBRARY BASED ON NET GENERATION USERS LIBRARY BASED ON NET GENERATION USERS
 27 August 2017  1066

Abstract Building the digital age to a generation with...

PEMASARAN DAN PROMOSI PERPUSTAKAAN DESA PEMASARAN DAN PROMOSI PERPUSTAKAAN DESA
 15 January 2014  3005

Desa, atau udik, menurut definisi "universal", adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia,...