Fenomena kehidupan sekarang seolah sulit mencari panutan orang baik, dalam kehidupan sehari-hari baik disekitar kita maupun dalam berita berbagai media yang kita temukan adalah orang-orang dengan berbagai macam cela.Perbuatan baik seakan-akan hanya kita peroleh dari materi kutbah seorang dai ataupun pemuka-pemuka agama, namun dalam realitasnya lebih banyak kita jumpai sikap perilaku yang kurang baik. Berbagai contoh predator tentang perilaku ketidakbaikan di mass media cenderung lebih dominan dibanding contoh-contoh kebaikan atau dengan kata lain ekspose ketidakbaikan justru menjadi komoditas yang laku dijual, seperti misalnya kasus-kasus kekerasan, pornografi pornoaksi, korupsi kolusi dan nepotisme serta berbagai jenis kejahatan lainnya.Sebagai ilustrasi misalnyamentalitas aparatur kita yang kinerjanya masih jauh dari harapan masyarakat. Aparatur yang bekerja pada institusi yang mestinya berfungsi mengayomi masyarakat dan memberikan rasa keadilan justru banyak terlibat kasus korupsi, lebih ironis lagi departemen yang mengurusi masalah moral dan etika juga tidak luput dari kasus korupsi, bahkan kongkalikong antara oknum di departemen dengan anggota DPR yang terhormat terlibat kasus pengadaan kitab suci. Itulah faktanya bahwa Indonesia tercinta ini masih sulit keluar dari persoalan korupsi, bahkan ada sementara orang yang menganggap bahwa korupsi sudah menjadi budaya, hampir semua sendi-sendi kehidupan kita tidak luput dari praktek korupsi, masyarakat kita sudah permisif terhadap hal ini. Belakangan ini kasus korupsi banyak disorot media seiring dengan era demokratisasi yang menerapkan transparansi dan akuntabilitas, terlebih setelah dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai suatu lembaga yang khusus menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia sebagai produk reformasi.
Ditengah-tengah isu maraknya perbuatan yang kurang baik dan miskinnya panutan, harus bagaimana kita melangkah?. Seorang filsuf berpendapat bahwa life is a choise atau hidup ini pilihan, tidak memilihpun berarti memilih artinya diam itupun pilihan. Sebagai bagian masyarakat yang berprofesi sebagai aparatur senantiasa tidak luput dari pengamatan dan penilaian masyarakat, dan umumnya masyarakat menganggap bahwa PNS itu identic dengan bekerjanya lamban, procedural/birokratis, tidak efisien dan penuh aroma korupsi. Berikut fenomena penyelenggaraan pemerintahan yang sering kita dengar dari mass media, ditinjau dari sisi positifnya aparatur Negara kita sesungguhnya cukup bagus dan berkualitas karena rekruitmennya mempersyaratkan kualifikasi pendidikan yang cukup tinggi dan melalui proses yang panjang sesuai dengan kebutuhan masing-masing instansi. Sebelum dilakukan rekruitmenpun sudah melalui kajian analisis jabatan untuk memetakan kebutuhan jabatan dan personel pada setiap instansi,dari hasil analisis jabatan tersebut diperoleh informasi tentang kualifikasi, kompetensi dan jumlah kebutuhan personel pada setiap instansi. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis tersebut dikombinasikan dengan beban kerja kemudian diformulasikan menjadi formasi pegawai yang akan dijadikan pertimbangan dalam rekruitmen pegawai, sehingga logikanya pegawai atau aparatur Negara kita itu sudah melalui perbagai pertimbangan yang cukup matang karena orang-orang yang masuk jajaran birokrasi adalah orang-orang pilihan. Dalam realitasnya hampir seluruh instansi diisi oleh pegawai dengan pendidikan yang relative tinggi seperti pendidikan sarjana (S1) dan S2, boleh dikatakan pejabat structural di lingkungan pemerintahan berpendidikan sarjana, tentunya dengan bekal pendidikan yang tinggi tersebut akan menunjang proses pelaksanaan pekerjaan, apalagi pegawai-pegawai baru era 2000-an mereka umumnya sudah sangat akrab dengan teknologi informasi, dengan demikian semakin lancar dan cepat proses pelaksanaan pekerjaan karena ditunjang perangkat kerja yang memadai. Merekrut PNSongkosnya juga tidak murah, untuk merekrut satu orang PNS dibutuhkan dana kurang lebih 300 sampai 400 juta rupiah, mulai dari ditetapkan formasi dan kualifikasi serta jumlah PNS yang akan dibutuhkan, pengumuman ke masyarakat luas, seleksi dan pemberkasan bagi yang diterima sampai dengan diterbitkannya SK CPNS melalui proses panjang dan anggaran yang tidak sedikit. Begitu pula untuk menjadi pejabat structural di suatu instansi juga melalui proses yang cukup panjang, setingkat eselon IV yaitu eselon terendah dalam suatu instansi musti didasarkan atas kualifikasi pangkat golongan yang sudah terstandar dan atas dasar penilaian internal di instansi tersebut berdasarkan kinerja sikap dan perilaku sehari-hari dalam bekerja, sedangkan untuk setingkat eselon III yaitu middle manajemen di suatu instansi perlu pertimbangan yang matang dari Baperjakat (Badan Pertimbangan Pangkat dan Jabatan), apalagi eselon II atau pimpinan puncak dari suatu instansi betul-betul orang yang terpilih/terseleksi dan mustinya orang yang betul-betul kualified, handal dan teruji kemampuannya. Dengan demikian ditinjau dari kualitas pejabat aparatur tentunya sudah tidak diragukan lagi kompetensinya karena sudah melalui proses yang cukup panjang dengan berbagai pertimbangan, kalau masih ditemui pejabat structural di level puncak pimpinan masih kurang bagus kinerjanya tentunya perlu dipertanyakan. Jika ditinjau aspek kesejahteraan, kehidupan PNS termasuk lebih sejahtera dibanding profesi lain yang setara pada umumnya. Sementara pendapat mengatakan bahwa menjadi PNS lebih terjamin masa depannya dan tidak pernah ada istilah rugi karena memang lebih banyak membelanjakan, sedang profesi seperti pedagang/wiraswasta harus berfikir keras karena disamping tidak menentu juga perlu modal yang cukup besar danada kemungkinan rugi. Profesi pegawai negeri sering diidentikan sebagai priyayi artinya pekerjaannya dianggap oleh sementara orang sebagai pekerjaan yang “halus” bukan pekerjaan kasar, oleh sebab itu profesi sebagai pegawai negeri banyak diperebutkan oleh sebagian besar masyarakat, profesi tersebut menjadi dambaan setiap orang, seolah kalau menjadi pegawai negeri ada kepastian masa depan dan tidak begitu banyak resiko. Kemudian apa kira-kira penyebabnya kalau profesi PNS itu cukup prestisius banyak didambakan oleh sebagaian besar masyarakat, hidupnya lebih sejahtera dan direkrut dari orang-orang pilihan kok masih terkesan bahwa perilaku aparatur kita cenderung korup. Beberapa kemungkinannya antara lain;
- Factor lingkungan atau sistemnya, orang sering berpendapat bahwa lingkungan dan system birokrasi kita memberikan peluang untuk berbuat korup, walaupun belakangan ini sudah dilakukan reformasi di berbagai bidang untuk mencegah tindakan yang mengarah korupsi, namun toh masih ada beberapa yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. System bisa berupa peraturan yang dibuat oleh aparatur itu sendiri, semangat pengaturan itu mestinya berorientasi pada asas kepatutan, keadilan dan proporsional, namun dalam realitasnya terdapat peraturan yang merangsang orang untuk berkomentar,seperti misalnya aturan untuk memberikan tunjangan perbaikan penghasilan bagi aparatnya yang nilainya jauh lebih tinggi dari gaji dan tunjangan yang telah diatur dalam ketentuan secara nasional, seorang eselon 2 bisa mendapatkan tunjangan sebesar 27 juta rupiah dalam satu bulan, itu suatu pendapatan yang cukup fantastic karena gaji dan tunjangannya lebih kurang dalam satu bulan berkisar sepuluh jutaan, belum lagi eselon satunya di daerah tersebut konon bisa mencapai lebih dari lima puluh juta rupiah tunjangan perbaikan penghasilannya. Hal itu kalau diimbangi dengan kinerja yang bagus barangkali agak dimaklumi namun ternyata belum selaras dengan kinerjanya, masih terlihat infrastuktur jalan-jalan utama yang rusak, kalau hujan banjir dan kalau malam gelap, itu baru yang terlihat sekilas belum yang dirasakan sehari-hari oleh masyarakatnya. Ada kebijakan untuk instansi pengelola pendapatan mendapatkan reward empat persen dari besaran pendapatanya, misalnya instansi yang mengelola potensi daerah seperti tambang, hutan, serta pajak daerah maka mereka yang bekerja di instansi tersebut akan memperoleh bagian enam persen dari perolehan tersebut, bayangkan kalau pendapatan asli daerah dari sector pajak per tahun besarnya ratusan milyar rupiah maka pegawai di instansi tersebut tentu sangat sejahtera sementara instansi lain banyak diantaranya yang hanya memperoleh pendapatan dari gaji dan TPP kalau ada, kesenjangan antar instansi dalam daerah serta kesenjangan kebijakan antar daerah dalam provinsi maupun kesenjangan kebijakan antar provinsi dalam Negara masih menjadi problem system pada birokrasi kita. Sebelum diatur dengan ad cost (pengeluaran sesuai dengan kebutuhan riil dengan melampirkan bukti-bukti yang sah) perjalanan dinas bagi pegawai negeri banyak digunakan untuk kepentingan tambahan penghasilan bagi para pejabat, bahkan tidak sedikit yang melakukannya dengan perjalanan fiktif sehingga ada yang memplesetkan singkatan SPPD yang sesungguhnya singkatan dari Surat Perintah Perjalanan Dinas ini menjadi sandang pangane pegawai daerah. Banyak variasinya model penyalahgunaan perjalanan dinas ini yaitu ada yang sengaja dilakukan sekelompok pegawai dengan maksud untuk menghimpun dana taktis instansi karena faktanya anggaran berbasis kinerja ini tidak membuka peluang adanya dana taktis yang dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya mendesak, mendadak dan diluar program maupun kegiatan namun harus dilakukan seperti bantuan atau sumbangan kepada masyarakat sekitar kantor yang akan menyelenggarakan suatu even, menjamu tamu-tamu yang dianggap perlu dijamu secara proporsional, kegiatan-kegiatan yang sifatnya incidental dan memerlukan dana misalnya kerja bakti membersihkan abu akibat letusan gunung kelud di sekitar kantor karena dampaknya memang mengganggu aktivitas kantor dan sebagainya. Hal ini sesungguhnya ditinjau dari peruntukkannya positif dan realistic namun cara memperolehnya kurang pas dan menghimpun dana dengan cara yang pas untuk keperluan-keperluan seperti itu agak sulit dilakukan. Konon pernah ada kebijakan masing-masing instansi bisa mendapatkan alokasi dana yang sifatnya taktis untuk kepentingan-kepentingan yang mendesak harus dilakukan dan tidak teranggarkan dalam program dan kegiatan, namun faktanya banyak yang disalahgunakan oleh beberapa oknum pejabat untuk kepentingan yang sifatnya pribadi, maka kemudian kebijakan semacam itu dihapus, begitu pula perjalanan dinas yang dimaksudkan untuk menunjang proses pelaksanaan tugas dinas banyak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi akhirnya dibuat kebijakan ad cost agar pengeluarannya riil, namun demikian toh masih saja ada sebagian yang berani “bermain” dengan memalsukan tiket pesawat dan bill hotel demi memperoleh uang sisa perjalanan yang lumayan. Variasi lainnya ada seorang pimpinan yang meminjam nama bawahannya untuk melakukan perjalanan dinas fiktif ke luar kota demi kepentingan pribadinya, ada juga yang membagi-bagikan uang perjalanan dinas instansi ke masing-masing unit kerja sebagai bentuk kesejahteraan bawahannya, bahkan di lembaga legislative anggaran perjalanan dinas ini luar biasa banyak karena setiap membahas perda tentu diikuti dengan paket kunjungan kerja ke suatu daerah untuk memperoleh data dan informasi penunjang, pernah ada seorang teman yang iseng-iseng menghitung kegiatan perjalanan dinas anggota dewan dalam satu tahun lebih dari dua ratus hari padahal hari kerjanya sekitar tiga ratusan maka sesungguhkan mereka bekerja kurang optimal sebab sebagian besar waktu kerjanya untuk melakukan perjalanan dinas. Disamping dana perjalanan dinas yang masih menjadi peluang untuk “bermain” adalah mark up atau penggelembungan harga, hal ini dilakukan pada saat merencanakan pengadaan barang maupun jasa sudah diprediksi harganya namun sengaja digelembungkan dengan harapan akan mendapatkan sisa lebih dari harga yang sebenarnya, model-model seperti ini banyak diungkap oleh KPK maupun penyidik lainnya pada kasus-kasus besar yang dimuat di media massa. Model lain adalah gratifikasi yaitu pemberian upeti dari penyedia jasa kepada pejabat sebagai bentuk ucapan terima kasih atas kerjasamanya, bentuk seperti ini bisa jadi rekanan dengan tulus iklas memberikannya karena jalinan kerjasama yang baik, namun ada juga yang dilakukan dengan deal terlebih dahulu pada saat mengawali pekerjaan maka pekerjaannya menjadi kurang begitu bagus dengan alasan harus menyisihkan uang jasa kepada pejabat yang memberikan pekerjaan. Ada lagi jenis kegiatan berupa seminar, workshop, pelatihan, rakor dan sejenisnya yang dilakukan di hotel, jenis kegiatan ini rawan kongkalikong dengan pihak hotel, pejabat dan pihak hotel pada umumnya tahu sama tahu proporsi pembagian keuntungannya. Dan masih banyak lagi variasi penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi yang masih dilakukan oleh sebagian pejabat namun masih luput dari pemeriksaan.
- Mentalitas aparatur, sebagus apapun karakter seseorang apabila dihadapkan pada lingkungan kerja dan system yang kurang kondusif lama kelamaan akan tergerus juga, apalagi sebagian besar pegawai yang hanya berbekal mentalitas pas-pasan niscaya akan mudah terbawa arus. Sudah banyak contoh orang-orang yang cukup terpandang dengan latar belakang yang bagus dan hidup sudah berkecukupan ternyata tidak mampu mengendalikan integritasnya sehingga terkena kasus korupsi, beberapa kasus besar umumnya melibatkan orang-orang yang mempunyai posisi penting di negeri ini dengan latar belakang pendidikan mereka yang tinggi serta sudah kuat secara ekonomi. Namun perilaku koruptif juga banyak ditemui pada pegawai di level bawah maupun menengah tergantung dari posisinya, jadi hampir semua level/jenjang birokrasi kita terkena sindrom patologi. Korupsi dimulai dari skala ringan yang hamper tidak kentara kalau itu merupakan perbuatan korupsi seperti korupsi waktu misalnya mestinya waktunya bekerja digunakan untuk keperluan rumah tangga menjemput anaknya sekolah, berbelanja kebutuhan rumah tangga, melayat, kondangan dan sebagainya, beberapa pejabat yang diberikan fasilitas mobil dinas plat nomornya disamarkan seolah menjadi hitam atau seperti milik pribadi kemudian digunakan untuk keperluan yang sifatnya pribadi, ada lagi pegawai yang hanya presensi masuk kemudian pulang atau mempunyai aktivitas lain kemudian sore hari presensi lagi seolah disiplin padahal tidak pernah duduk di kantor, sampai dengan korupsi yang cukup besar seperti mark-up harga, kongkalikong dengan rekanan dan memalsukan bukti-bukti untuk kepentingan memperoleh uang, kemudian uang hasil korupsi digunakan untuk foya-foya bahkan lebih parah lagi uang tersebut untuk selingkuh. Ada pengalaman dari seorang teman ketika ditempatkan di salah satu instansi mendapatkan situasi yang kurang menyenangkan pasalnya pimpinan puncaknya memiliki karakter yang kurang terpuji sekalipun beliau mengaku dekat dan dipercaya oleh penguasa untuk mengemban misi mulia, baru masuk kurang dari satu hari beliau minta berbagai fasilitas seperti mobilnya diperbaiki agar betul-betul prima, sopirnya disamping melayani tugas beliau juga diberi tugas tambahan menjemput anak dan istrinya pada saat ada kegiatan, ruang kerja minta dilengkapi dengan fasilitas computer yang canggih dan berbagai asesories lainnya, kemudian kalau siang mohon disiapkan makan siang padahal kantor tidak ada fasilitas makan siang untuk pimpinan. Akibat banyak tuntutan yang harus dipenuhi maka anak buah harus mengusahakan bagaimana caranya agar apa yang dikehendaki pimpinan tersebut bisa dipenuhi, akhirnya dilakukan “kiyak kiyuk” yang pada hakekatnya perbuatan koruptif seperti perjalanan fiktif, dan sebagainya dilakukan untuk menutup kebutuhan pimpinan tersebut. Pengalaman teman saya tersebut sungguh suatu pengalaman yang elok, dia baru saja dipindah dari suatu instansi ke instansi baru, ketika pertama kali masuk dia seolah syok melihat dengan mata kepala sendiri sikap perilaku salah satu pegawai di instansi tersebut maaf seperti perilaku setan, ngomongnya cenderung kasar sikapnya kurang simpati, setiap amanah yang diberikan disalahgunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi, kadang ia bercerita bahwa dirinya memiliki sejumlah asset hasil bekerjanya di instansi tersebut yang bisa menghasilkan uang dengan bangganya ia bercerita kalau asetnya disewa orang dengan harga tinggi padahal tidak hanya satu dua tempat tetapi di beberapa tempat, namun seiring perubahan kebijakan ia tidak begitu diperankan lagi dan kemudian malas bekerja. Selepas ia tidak berperan persoalannya tidak serta merta selesai dan keadaan menjadi lebih baik, namun justru melihat perilaku pegawai lain yang tidak kalah hebohnya seperti perilaku koruptif dengan berbagai cara kemudian uang hasil korupsinya digunakan untuk penampilan diri, foya-foya bahkan ada yang digunakan untuk membeayai perselingkuhan. Berbagai corak perilaku di instansi tersebut macem-macem ada yang merasa dirinya pandai sehingga memandang orang lain tidak mampu bekerja, ada yang amat sangat lincah dan hebat sekali dalam bekerja hamper semua kompetensi dan jejaring kerja dia kuasai akan tetapi bila ada kesempatan tidak perlu transparan bahkan hak orang lain disikat untuk kepentingan dirinya, ada yang terlihat polos lugu seolah tanpa dosa tetapi dibalik itu dia mengelola sendiri kegiatan dan SPJnya sehingga orang lain tidak tahu apa yang ia lakukan dengan kata lain di instansi tersebut tidak ada transparansi dan sangat sulit dilakukan perubahan mindset karena merasa bahwa mereka sudah lama bekerja disitu, ketika ada upaya perubahan resistensinya cukup tinggi, apalagi diajak untuk transparan dan akuntabel seiring dengan era yang berkembang banyak alasan yang dilontarkan. Menurut pengamatannya banyak pegawai disitu yang skeptis artinya sudah jelas terlihat dengan nyata perbuatanya melanggar norma bahkan cenderung korupsi namun tidak pernah ada tindakan yang berarti atau tak pernah ada sangsi, kegaduhan diseputar pekerjaan maupun hal-hal yang sepele sering terdengar namun dari waktu ke waktu , pergantian pejabat satu ke pejabat lainnya belum menyentuh persoalan mendasar yaitu perubahan mindset dan perilaku kerja yang kondusif.
Persoalan besar negeri ini adalah mengubah mindset untuk tidak berbuat korupsi baik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah, pengusaha maupun masyarakat pada umumnya. Mengubah mindset ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, semangat untuk berubah kearah yang lebih baik musti harus dilakukan dari diri sendiri mulai dari hal yang kecil melebar ke lingkungan sekitar dan dilakukan secara bersama, dan sesungguhnya sudah banyak dilakukan oleh sebagian besar instansi baik pemerintah, BUMN, swasta dan sebagainya melalui berbagai program seperti outbound untuk membangun kebersamaan, pelatihan ESQ untuk mencerahan hati dan fikirannya serta aktivitas-aktivitas keagamaan misalnya pengajian secara rutin untuk selalu mengingat kepada sang Khalik dan senantiasa mengingatkan bahwa pada hakekatnya bekerja itu adalah ibadah. Berikut beberapa tips upaya untuk menjadi baik barangkali dapat menginspirasi pembaca, khususnya yang seprofesi;
- Niat untuk menjadi orang baik berguna bagi keluarga dan lingkungan sekitar serta agama musti menjadi komitmen awal, dengan kata lain bahwa segala langkahnya diniati ibadah dengan cara yang baik, dengan lingkungan kerja perlu dibangun saling percaya dan saling menghargai dengan sesama. Niat baik ini menjadi langkah awal untuk menapaki langkah-langkah berikutnya, diharapkan dengan start niat yang baik akan dimudahkan dalam melangkah berikutnya, walaupun faktanya kita melihat beraneka tingkah laku para pegawai sekitar kita sulit untuk tidak berkomentar. Disinilah ujian pertama bagi kita untuk mengawali komitmen untuk berbuat baik, jika ujian pertama ini berhasil niscaya kita akan diuji berikutnya sehingga betul-betul kita menjadi seorang yang tangguh dan terpuji. Memang menjadi orang baik itu justru banyak ujiannya dibanding dengan orang yang semaunya sendiri. Kita akan lebih dimudahkan lagi langkah-langkahnya menuju kebaikan apabila dapat menemukan beberapa teman yang mempunyai visi dan komitmen yang sama, dan kami kira hal itu tentu ada walau tidak sama persis akan tetapi setidaknya ada komitmen untuk membangun mentalitas menuju kebaikan. Di dunia ini tidak ada orang yang sempurna, namun menjadi orang baik adalah pilihan, oleh karena itu tergantung dari komitmen dan konsistensi kita untuk menuju kebaikan. Prinsipnya untuk mengawali sesuatu dengan niat yang baik syukur diniati ibadah, diiringi doa semoga dalam perjalanannya senantisa mendapatkan bimbingan dan petunjuk dariNya.
- Jujur dalam segala hal, sekalipun jujur ini mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanakan namun dalam praktek kehidupan terutama pada aktivitas bekerja harus diupayakan semaksimal mungkin untuk berbuat jujur sebab sekali kita bohong selanjutnya akan diikuti dengan kebohongan-kebohongan lainnya untuk menutupi kebongongan sebelumnya. Berkata dan berbuat jujur ini dalam realitasnya tidak mudah apalagi pada lingkungan kerja yang kurang kondusif, oleh sebab itu dibutuhkan komitmen yang kuat untuk merealisasi niat baiknya. Sebagaimana dimuka bahwa life is a choise atau hidup ini memilih, maka pilihan untuk berbuat jujur perlu dilakukan secara konsisten dan terus menerus sampai tercipta suatu karakter diri yang mencerminkan kejujuran, ibarat orang ingin sehat dengan terapi berhenti merokok, maka komitmen untuk berhenti merokok ini harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus serta harus tahan terhadap godaan dalam situasi apapun, jangan sampai kemudian ketemu dengan temannya yang sesama perokok menjadi kambuh lagi. Disinilah tantangan terberatnya ketika suatu komitmen untuk berbuat jujur bila dihadapkan pada realitas disekitar kita banyak teman yang berbuat tidak jujur kadang iman kita mudah menjadi goyah, pengamatan kami factor lingkungan cukup signifikan pengaruhnya, oleh sebab itu maka sebisa mungkin kita berbuat untuk mengubah atau menciptakan lingkungan menjadi baik dan suasana menjadi kondusif, gunakan kekuasaan kita untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik, kalau tidak bisa dengan kekuasaan coba dengan sikap perilaku perbuatan dan memberikan masukan kepada pimpinan atau para pengambil keputusan untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik, apabila dengan cara itupun masih belum bisa yaaa kita doakan semoga Tuhan memberikan petunjukNya semoga keadaan bisa menjadi lebih baik. Faktanya yang sering kita temui banyak sebagian orang berkata tentang moral, tentang kebaikan serta tentang kejujuran, namun realitasnya baik sadar atau tidak justru mereka berbuat yang menyimpang dari apa yang mereka omongkan. Apabila dilihat dari penampilannya dan cara mereka berbicara seolah merupakan sosok yang mempunyai integritas tinggi, namun realitasnya masih sering kita jumpai kata-katanya kadang menyakitkan, secara tidak sadar termakan gunjingan sehingga berakibat provokatif satu dengan yang lainnya, makanya perlu senantiasa instrospeksi diri dan mendekatkan diri kepada yang maha kuasa serta selalu Ikhtifar mohon petunjukNya agar setiap perkataan perbuatan dan perilakunya senantiasa dalam bimbinganNya. Itulah sebabnya kita perlu mencontoh orang-orang yang mempunyai integritas tinggi, pribadi yang tangguh serta mempunyai konsistensi dalam meneguhnya perbuatan baik, pribadi sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW perlu menjadi referensi bagi kita semua.
- Sederhana, pola kehidupan jaman sekarang mendorong setiap orang untuk hedonism, sesuksesan hidup seseorang diukur dengan kekayaan yang mereka miliki, materi menjadi tolok ukur utama dalam kehidupan, maka bukan tidak mungkin perilaku menghalalkan berbagai macam cara untuk memperoleh materi menjadi pilihannya. Keadaan ini semakin diperparah dengan situasi global dan liberalism, informasi dari belahan dunia manapun dengan mudah bisa kita dapatkan, maka pengaruh budaya asing dengan mudah mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat kita. Budaya bangsa yang adiluhung dan menjunjung tinggi etika dan moral dianggap sudah ketinggalan jaman dan tergantikan oleh budaya asing yang belum tentu cocok dengan kondisi factual bangsa kita. Sebagian masyarakat kita termasuk lingkungan kerja kita banyak diantaranya yang merasa gagah apabila menggunakan piranti canggih seperti handphone terkini, mobil bagus serta rumah yang mewah sekalipun diperoleh dengan cara-cara yang kurang terpuji dankadang mengabaikan pertimbangan moral serta etika. Disisi lain sebagian masyarakat kita juga keder dan “blereng” apabila melihat orang dengan penampilan yang serba wah dibanding orang yang berpenampilan sederhana namun memiliki integritas tinggi dan moral serta etika yang luhur. Keberanian untuk hidup sederhana apa adanya ditengah-tengah masyarakat yang hedonism ini memang bukan perkara mudah, terlalu banyak godaannya dibanding factor pendukungnya, namun jika itu bisa ditampilkan oleh seorang tokoh/pemimpin maka menjadi role model ditengah-tengah kehausan rakyat akan pemimpin yang sederhana namun betul-betul bekerja untuk kesejahteraan rakyatnya, lihat fenomena Jokowi dan Tri Rismaharyani yang belakangan ini menjadi ikon pemimpin ideal untuk memimpin bangsa ini ke depan. Begitu pula dalam kehidupan kita sehari-hari dengan gaji dan pendapatan yang apa adanya, mampukah kita untuk mengendalikan diri untuk tidak larut dalam pola kehidupan hedonism. Bisakah kita membeli apa yang kita butuhkan dan bukan membeli apa yang kita inginkan. Fakta yang kita temui sebagian dari saudara-saudara kita yang kurang mampu mengendalikan diri, sehingga pola hidupnya konsumtif karena didorong oleh keinginan dan bukan kebutuhan. Pengamatan dan pengalaman kami banyak rekan kerja yang mengajukan permohonan kredit untuk keperluan kebutuhan rumah tangga, jika kebutuhan itu untuk keperluan mendasar seperti kebutuhan sekolah putranya atau pengobatan anggota keluarga yang sedang sakit itu bisa dimaklumi, namun beberapa kita jumpai mereka mengajukan kredit untuk memperbaiki rumah, untuk mengganti kendaraannya karena sudah tidak sesuai lagi dengan mode, dan bahkan untuk sekedar penampilan diri. Fenomena semacam ini menjadi indikasi pola hidup konsumerisme, maka jika kita sudah berniat untuk melakukan perubahan pada diri kearah yang lebih baik tentunya harus mampu mengendalikan diri untuk tidak terjebak pada pola hidup konsumerisme, adapun saran kami yaitu perlu membuat daftar inventarisasi kebutuhan hidup pada setiap bulan berdasarkan komitmen dengan keluarga. Komitmen itu harus menjadi kesepakatan bersama dan wajib dipatuhi oleh anggota keluarga, serta dilaksanakan dengan penuh konsistensi, oleh karena sudah menjadi komitmen dan dilaksanakan secara konsisten maka masing-masing perlu saling mendukung jangan sampai kemudian dilanggar sendiri di tengah jalan, misalnya dalam keluarga tersebut berkomitmen untuk tidak hutang namun untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya lebih baik menabung terlebih dahulu, maka komitmen tersebut harus dijalankan dengan penuh kesadaran sekalipun mempunyai keinginan atau hasrat yang besar serta bujuk rayu dari teman-temannya tetap harus teguh dengan komitmennya. Ada tetangga saya yang bekerja hanya suaminya sedang ibunya hanya ibu rumah tangga biasa, suami tersebut adalah PNS di salah satu instansi yang “kering” artinya penghasilan utamanya dari gaji, sedangkan penghasilan lain karena jabatannya hamper tidak ada, oleh karena keadaannya yang pas-pasan maka ada beberapa komitmen untuk hidup sederhana apa adanya, salah satu komitmennya yaitu ketika ada bakul kranjangan yang menjajakan jajan pasar anaknya pengin makanan yang harganya melebihi dari komitmen, maka sekalipun anaknya ingin sekali bahkan hamper nangis untuk membeli jajan pasar tersebut, ibunya tetap komit tidak boleh karena nanti akan mengganggu keuangan keluarga. Pola hidup sederhana keluarga tersebut yang diimbangi dengan sikap tawaduk serta konsisten dalam menjalankan tugasnya akhirnya membuahkan hasil, anak-anaknya yang dahulu sangat dibatasi ketika menginginkan jajan pasar yang harganya tidak mahal sekarang sudah menjadi sarjana dan diterima kerja di Bank yang cukup bergengsi bahkan sudah mampu membeli mobil pribadi karena terobsesi tetangganya padahal usianya masih sangat muda, suami yang mestinya sudah memasuki masa pensiun dibutuhkan oleh warganya untuk menjadi kepala desa dan terpilih dengan suara besar karena begitu maju menjadi calon, yang lain kemudian memilih mundur, itu semua karena keberanian untuk hidup bersahaja, sederhana, tawaduk, jujur dan konsisten dalam menjalani kehidupan ini. Ada pepatah mengatakan bahwa apabila kita punya niat tentu ada jalan, man jadda wa jadda bersungguh-sungguhlah dalam segala hal tentu akan terlaksana keinginanmu, oleh sebab itu berniatlah menjadi orang baik, mempunyai integritas tinggi, menebarkan kebajikan pada lingkungannya, positif thinking dan kebaikan-kebaikan lainnya niscaya hidupmu akan lebih bermakna.
- Bijaksana, secara ringkas pengertian bijaksana adalah orang yang bisa berbuat adil kepada siapapun tanpa membedakan satu dengan yang lainnya. Orang yang bijaksana biasanya berpenampilan tenang, sikap dan perilakunya menunjukan kedewasaan dan tentunya keputusan yang diambil dalam menghadapi setiap persoalan mampu memberikan solusi yang bagus dan dapat diterima semua pihak tanpa harus mengorbankan siapapun justru sebaliknya membuat mereka merasa dibantu. Untuk dapat bersikap dan berbuat bijaksana tidaklah mudah, disamping berlandaskan niat yang sungguh-sungguh dan berbekal karakter yang kuat serta telah teruji dalam setiap persoalan, orang yang bijaksana biasanya senantiasa menjadi problem solver yang hebat, dia dapat hadir dan mengatasi persoalan ketika memang semua orang membutuhkan. Bijaksana tidak selamanya berkorelasi dengan usia, namun umumnya orang tua yang penuh pengalaman dapat belajar dari pengalaman mereka untuk bersikap bijaksana. Pengalaman kami selama bekerja dan berinteraksi dengan rekan kerja mengagumi salah seorang kepala dinas dengan sikap perilaku tutur katanya yang mencerminkan orang bijaksana. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa menyejukkan dan menyenangkan karena dibalut dengan humor-humor segar yang membuat setiap orang merasa senang, hamper tidak pernah terlihat suatu diskusi yang panas, segala sesuatu seolah bisa diselesaikan dengan sikap yang dingin dan teduh, kalaupun beliau tidak suka dengan sikap rekan kerjanya menanggapinya dengan halus hamper tidak kentara kalau sebetulnya tidak suka dengan sikap dan perilakunya, disisi lain rekan kerjanya juga tidak merasa bahwa dirinya dibenci olehnya atau dengan kata lain beliau dengan siapapun bersikap baik, sopan dan senantiasa menghargai. Orang seperti itu memang tidak begitu banyak namun setidaknya bisa menjadi inspirasi bagi kita untuk meniru berbuat baik, pernah suatu ketika kami dihadapkan pada suatu persoalan yang mengharuskan kami berhadapan dengan pemeriksa, ceritanya seperti ini; kami melaksanakan kegiatan berupa bantuan kepada sekolah menengah kejuruan dengan nilai tertentu namun masing-masing sekolah jenis barang, bentuk dan spesifikasinya berbeda-beda walau nilai rupiahnya sama, oleh karena keragaman jenis dan bentuk barang maka mintalah bantuan kepada masing-masing sekolah yang akan mendapatkan bantuan, mereka diminta untuk mengajukan jenis dan bentuk barang yang sesuai dengan kebutuhannya beserta spesifikasinya, oleh karena keunikan dan proses administrasi yang menuntut harus sesuai ketentuan, pada suatu ketika kami diperiksa oleh pemeriksa dan ditemukan awal bahwa proses yang kami lakukan tersebut ada prosedur yang tidak benar maka dimohon untuk mengembalikan sejumlah uang yang dianggap sebagai kerugian Negara. Namun karena kami tidak ada niatan sedikitpun untuk melakukan penyimpangan apalagi bertindak korupsi maka hal tersebut kami kemukakan kepada kepala dinas dan intinya beliau bisa memahami maksud kami beserta tim, disinilah kami melihat dan menilai bahwa beliau adalah betul-betul pimpinan yang bertanggung jawab dan bersikap bijaksana. Kami semua tim pengadaan barang dan jasa untuk membantu sekolah diajak menemui pimpinan pemeriksa, sesampai disana kami diminta menunggu dulu di ruang tamu sedang beliau menemui sendiri pimpinan pemeriksa tadi, alhasil pimpinan pemeriksa bisa memahami apa yang kita perbuat dan temuan awal yang menyatakan harus mengembalikan sejumlah uang ke Negara bisa ditiadakan. Kejadian ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa apabila niatnya baik tidak neko-neko dan dapat menjelaskan kepada pimpinan maupun pemeriksa serta ketemu dengan kepala yang bijaksana ternyata mendapatkan solusi yang ekselent. Asumsinya sikap bijaksana dibutuhkan dalam setiap kondisi, apalagi pada suatu kondisi yang kritis, dengan sikap yang bijaksana tentu akan mencairkan suasana dan mampu memberikan solusi yang sebagaimana yang diharapkan. Kami berharap sikap dan perilaku bijaksana ini dimiliki oleh seluruh karyawan dimanapun sehingga akan tercipta suasana kerja yang kondusif, satu dengan yang lain saling menghargai, saling menghormati dan memahami peran dan kedudukan kita masing-masing, dengan demikian bekerja menjadi lebih enjoy.
- Sabar dan syukur, kehidupan ini penuh dinamika dan setiap orang mempunyai karakter masing-masing bahkan dalam satu keluargapun tidak ada yang sama persis sikap perilakunya, kadang kita menjumpai perangai orang yang nampaknya keras namun ternyata mempunyai hati yang lembut begitu pula sebaliknya orang dengan penampilan yang lembut menarik supel dan familier namun dibalik itu ternyata hatinya berduri penuh dengan dendam dan kebencian. Coba kita amati kehidupan ini barangkali sebagian besar waktu kita untuk bekerja atau dengan kata lain penggunaan waktu dalam hidup ini sebagian besar untuk berinteraksi dengan rekan kerja, bahkan dengan tetangga kurang begitu intens karena biasanya sesampai di rumah biasanya sudah capek dan tinggal istirahat, adapun interaksi dengan tetangga dan keluarga pada saat-saat hari libur saja. Oleh karena interaksi kita sebagian besar di tempat kerja maka hampir seluruh teman kerja di kantor ngerti betul luar dalam karakternya, berbagai macam karakter mulai dari yang halus berbudi luhur sampai dengan yang berperangai kasar kita betul-betul paham, oleh sebab itu maka dibutuhkan kesabaran setiap melihat tingkah polah atau perilaku teman-teman yang tidak menyenangkan, jangan cepat reaktif terhadap teman-teman yang seperti itu nanti justru berakibat kurang baik. Kesabaran juga dibutuhkan ketika mendapat suatu cobaan, hidup di dunia ini tidak akan lepas dari persoalan, ujian dan cobaan, setiap saat yang namanya cobaan akan datang dengan bertubi-tubi, sebelum selesai masalah yang satu muncul masalah yang lain begitu seterusnya. Oleh sebab itu maka perlu kesabaran untuk mengahadapinya sebab jika kita tidak sabar beban akan semakin terasa berat, apalagi kadang kita jumpai banyak diantaranya kemudian menumpukan kesalahan kepada keadaan atau orang lain, hal ini terasa tidak menyelesaikan masalah namun justru menambah masalah baru, karena biasanya orang yang menjadi sasaran kesalahan juga akan membela diri dan berbalik mengorek kekurangan lawannya, perselisihan tidak terhindarkan kemudian hubungan menjadi renggang, suasana kerja menjadi kurang kondusif. Maka cobalah senantiasa untuk instrospeksi pada diri sendiri manakala tertimpa suatu musibah atau cobaan, jangan mudah mencari kambing hitam kepada orang lain. Dengan instrospeksi diri ini hati menjadi lebih bening dan pikiran menjadi jernih, sehingga mengurai persoalan bisa lebih bijak. Pasangan dari sabar adalah syukur yaitu menerima segala sesuatu dengan penuh rasa syukur, tidak usah membandingkan dengan yang lain yang mendorong hati menjadi panas. Kita yakini bahwa Allah SWT telah memberikan yang terbaik bagi kita dengan ukuranNya, namun kadang kita tidak pernah mengerti apa rahasia Allah kepada kita, kemudian justru kadang diantara kita merasa bahwa kondisi ini tidak adil mengapa si Suto diberikan rejeki lebih berupa harta benda, si Noyo diberikan kemudian menggapai karier yang hebat dan sebagainya. Jika kita senantiasa melihat segala sesuatu dengan ukuran diri apalagi dilandasi dengan perasaan iri maka tidak akan pernah ada ketenangan dalam mengarungi kehidupan ini,oleh sebab itu maka ketika menghadapi kesulitan hidup perlu disikapi dengan sabar dan tetap bersyukur bahwa itu mungkin sudah garis Illahi. Pernah kami menjumpai sebuah keluarga dengan anak dua, bapaknya PNS dengan kedudukan tidak terlalu tinggi sedangkan istrinya ibu rumah tangga, konon dulu berstatus PNS juga namun terpaksa harus keluar karena suaminya berpindah tempat kerja. Keluarga itu dalam kesehariannya termasuk pas-pasan dibanding dengan lingkungan sekitar karena penghasilan PNS sudah dapat dihitung maka istri harus mengatur sedemikian rupa kebutuhan rumah tangganya agar kebutuhan hidup bisa tetap eksis termasuk memberikan pengertian kepada anak-anaknya yang masih sekolah. Kesabaran dan kesyukuran dari keluarga itu yang patut diapresiasi karena hamper tidak pernah terdengar keluhan dalam menjalani kehidupannya, semuanya dijalani dengan penuh kesabaran dan selalu berprasangka baik terhadap keadaan dan orang lain walau kadang tetangganya memandang kasihan terhadapnya. Usahanya tidak pernah berhenti untuk mendekatkan diri kepada Allah, setiap saat ke Masjid berdua dan biasanya lama sekali kalau berdoa. Suatu ketika tertimpa musibah kecelakaan kendaraan bermotor sehingga kakinya retak dan terpaksa harus dibantu dengan krek atau alat bantu berjalan, dalam kondisi sakit seperti itu sikapnya tetap sabar tawaduk dan terus berIkhtifar, kehidupan tetap dijalani dengan penuh kesabaran, setiap waktu tetap ke Masjid berdua walau jarak dari rumah ke Masjid sekitar 100 meter dengan berjalan tertatih-tatih, pernah saya Tanya kok tidak sholat di rumah saja pak?, dengan penuh kesabaran beliau menjawab kita itu sudah diberi nikmat sehat yang cukup panjang maka ujian sakit ini biasa/wajar kok dan berjalan dengan alat bantu ke Masjid ini bisa menjadi terapi agar otot-otot kakinya segera pulih kembali, kita tetap harus bersyukur dengan ujian seperti ini karena menunjukkan bahwa Allah tetap sayang kepada umatnya. Mendengar jawaban seperti itu rasanya saya menjadi kecil sebab kadang saya masih menggerutu dan tidak menerima keadaan setiap menghadapi persoalan. Pelajaran yang dapat kita petik dari percakapan ini adalah bahwa orang-orang baik tetap menerima keadaan apapun dengan rasa sabar dan syukur, kata-katanya tetap menyejukkan walau kondisi dirinya terlihat memprihatinkan. Ada contoh lagi seorang kepala perpustakaan Kota Lubuk Linggau, Sumatra Selatan, beliau seorang ibu yang baru saja dimutasikan di kantor perpustakaan kota tersebut dengan kondisi yang biasa-biasa saja bahkan sebagaimana institusi perpustakaan dan arsip pada umumnya menjadi “buangan” PNS yang sekiranya kurang dibutuhkan di beberapa instansi kemudian ditempatkan di kantor perpustakaan dan arsip. Ibu Solehah namanya mensikapi hal tersebut dengan sabar dan syukur dan senantiasa minta petunjuk kepada Allah agar diberikan jalan yang terbaik dengan niat untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Beliau menyadari betul bahwa perpustakaan berfungsi sebagai pusat peradaban, pendidikan, koleksi dan rekreasi, sedang masyarakat telah memberikan sumbangan kepada pemerintah berupa pajak maka kompensasinya mustinya berupa pelayanan yang bagus dari pemerintah, oleh sebab itu beliau berupaya keras mewujudkan perpustakaan kota yang representative dan dapat dinikmati oleh semua warga lubuk linggau. Upayanya diawali dengan menghadap kepala daerah/walikota untuk menyampaikan maksud dan tujuannya dengan menggandeng wartawan, alhasil dapat mengerti dan berkomitmen untuk menyetujui maksud tersebut dengan memberikan tanda tangan proposal yang akan diajukan ke Gubernur, kemudian proposal diajukan ke Gubernur namun syaratnya masih kurang yaitu belum dilengkapi dengan DED (detail engineering desain), selanjutnya dibuatlah DED dan diajukan kembali ke Gubernur, namun masih belum disetujui karena dana APBD Sumsel difokuskan untuk menghadapi SEAGAMES, terpaksa niatnya ditunda dulu. SEAGAMES telah berlalu maka niatnya menghadap Gubernur dimulai lagi dan kali ini berhasil disetujui, maka pembangunan gedung perpustakaan empat lantai dengan desain arsitektur berbentuk buku terbuka dibangun. Sarpras gedung perpustakaan terbangun dengan megah, nyaman dan representative dan dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat, kemudian banyak mitra yang peduli untuk berpartisipasi menyumbangkan pelengkap untuk lebih menunjang kemanfaatannya baik berupa computer, buku-buku baru, dan sebagainya, singkat cerita perpustakaan di kota Lubuk Linggau menjadi ikon di daerah tersebut, masyarakat dari berbagai kalangan dapat menikmati fasilitasnya untuk rekreasi, membaca menambah pengetahuan dan berbagai aktivitas pendidikan, alhasil berkorelasi terhadap peningkatan prestasi siswa dan mempunyai nilai tambah ekonomis pada masyarakat. Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa apabila kita mempunyai niat baik dilandasi untuk mengabdikan diri kepada masyarakat secara tulus apalagi dengan senantiasa sabar dan syukur serta meminta bimbingan dan petunjuk dan ridlo Allah niscaya akan tercapai, bahkan menjadi amal dan bekal kenangan dalam hidupnya.
Selanjutnya bahwa dalam tubuh ini ada segumpal daging dan apabila segumpal daging itu baik, bersih, jernih bak kaca yang bening maka pikiran dan karakter kita menjadi baik, namun sebaliknya jika segumpal daging di tubuh kita itu jelek maka akan berpengaruh terhadap perilaku kita dan segumpal daging di tubuh kita itu adalah hati. Maka hati ini menjadi motor penggerak dalam kehidupan, jika kita menginginkan karakternya baik yang perlu disentuh adalah kalbunya dengan cara antara lain senantiasa instrospeksi diri dan senantiasa mohon petunjuk kepada Allah agar diberikan bimbingan dalam hidup ini, serahkan semua persoalan ini hanya kepada Allah semata niscaya akan mendapatkan petunjuk yang terbaik. Allah akan memberikan yang kita butuhkan dan terbaik untuk kita, bukan memberikan yang kita inginkan. Sikap kita saja yang kadang tidak sabar sehingga seolah-olah terasa hidup ini menjadi berat, persoalan yang kecil kadang berbelit-belit sehingga terkesan rumit dan berat, baru dimutasikan dari satu tempat ke tempat kerja yang baru seolah dunia sudah kiamat.
Demikian beberapa tips, dan masih banyak lagi, semoga bermanfaat
Artikel Perpustakaan Lainnya
Kreativitas dapat ditemukan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, tidak terkecuali siswa Sekolah Menengah Atas dengan segala...
Pelayanan koleksi elektronik saat ini sedang giat dikembangkan di berbagai perpustakaan. Fleksibilitas dalam pelayanan koleksi...
Selain menjaga fisik naskah dan kandungan nilai informasinya, kegiatan pelestarian naskah kuno juga dilakukan sebagai upaya...
Pelantikan, webinar dan rapat kerja, FPPTI Provinsi Gorontalo periode 2021- 2024, Hari Senin, 26 Juli 2021. Dengan tema '...