DPAD Yogyakarta

GRM. Dorodjatoen (Hamengku Buwono IX)

 Perpustakaan  28 March 2018  AdminWB  2138
GRM. Dorodjatoen (Hamengku Buwono IX)

Gusti Raden Mas Dorojatun, demikian nama yang disandang beliau ketika kecil. Dilahirkan pada tanggal 12 April 1912, beliau adalah anak kesembilan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dari istri kelimanya, Raden Ajeng Kustilah atau Kanjeng Ratu Alit. Masa muda GRM. Dorojatun dihabiskan di luar lingkungan keraton. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII menitipkan beliau ke pasangan Belanda. Semenjak berusia 4 (empat) tahun, beliau dititipkan di rumah keluarga Mulder, seorang kepala sekolah NHJJS (Neutrale Hollands Javanesche Jongen School).

Pihak keluarga Mulder diberi pesan supaya mendidik GRM Dorojatun layaknya rakyat biasa. GRM Dorojatun diharuskan hidup mandiri, tanpa didampingi pengasuh. Nama keseharian beliaupun jauh dari kesan bangsawan keraton. Di keluarga ini, beliau dipanggil sebagai Henkie (henk kecil). Masa-masa sekolah beliau jalani di Yogyakarta, mulai dari Frobel School (taman kanak-kanak), lanjut ke Eerste Europe Lagere School B yang kemudian pindah ke Neutrale Europese Lagere School. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, beliau melanjutkan pendidikan ke Hogere Burgerschool di Semarang dan Bandung.

Jenjang pendidikan HBS belum tuntas ditempuh ketika ayahanda memutuskan mengirim beliau bersama beberapa saudaranya, ke Belanda. Setelah menyelesaikan Gymnasium beliau melanjutkan pendidikan di Rijkuniversitet di Leiden. Di sini beliau mendalami ilmu hukum tata negara, sambil aktif mengikuti klub debat yang dipimpin Profesor Schrieke. Pada masa pendidikan di Belanda ini pula beliau berkenalan dan kemudian menjadi sahabat karib Putri Juliana yang kelak akan menjadi Ratu Belanda.

Tahun 1939 peta politik dunia bergerak cepat. Tanda-tanda meletusnya Perang Dunia II semakin jelas. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memutuskan memanggil pulang GRM Dorojatun, meskipun yang bersangkutan belum menyelesaikan jenjang pendidikannya. Setibanya GRM Dorojatun di tanah air, beliau disambut langsung oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Saat itu pula Sri Sultan menyerahkan kepada GRM Dorojatun Keris Kyai Joko Piturun. Kyai Joko Piturun sebenarnya adalah atribut bagi putra mahkota, sehingga yang mengenakan bisa dianggap sebagai calon penerus tahta. Selang beberapa hari kemudian, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII mangkat.

Perjalanan GRM Dorojatun menuju singgasana ternyata tidak mudah. Sebagai bagian dari sejarah Mataram, setiap calon raja baru di Kasultanan Yogyakarta diharuskan untuk menandatangani kesepakatan bersama terlebih dahulu dengan Belanda. Politisi senior Belanda, Dr. Lucien Adam yang berusia 60 tahun harus berdebat panjang dengan GRM Dorojatun yang saat itu usianya baru menginjak 28 tahun. Perdebatan berjalan alot utamanya disebabkan karena hal-hal sebagai berikut:

  1. GRM Dorojatun tidak setuju jabatan Patih merangkap pegawai kolonial, hal ini agar tidak ada konflik kepentingan.
  2. Beliau juga tidak setuju dewan penasehatnya ditentukan oleh Belanda
  3. Beliau menolak pasukan/prajurit keraton mendapat perintah langsung dari Belanda.

Dikisahkan, setelah 4 bulan tidak menghasilkan kesepakatan apapun, GRM Dorojatun tiba-tiba berubah sikap. Hal yang begitu mengherankan diplomat senior Belanda tersebut karena GRM Dorojatun bersedia menerima semua usulan Dr. Lucien Adams. Di kemudian hari, beliau berkisah bahwa keputusan itu berdasar bisikan yang menyuruh beliau menandatangani saja kesepakatan yang diajukan karena Belanda tidak lama lagi akan pergi dari bumi Mataram. Pada tanggal 12 Maret 1940 di Tratag Prabayeksa, kontrak politik dengan Belanda, yang berisi 17 bab dan terdiri dari 59 pasal, beliau tandatangani tanpa dibaca lagi. Kontrak tersebut berlaku semenjak GRM Dorojatun naik tahta.

Hari Senin Pon, 18 Maret 1940, beliau dinobatkan sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibja Radja Putra Narendra Mataram dan dilanjutkan penobatan beliau sebagai Raja dengan gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kandjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah Kaping IX. Di hari pelantikan tersebut beliau berpidato dan mengeluarkan kalimat yang dikenang oleh semua orang hingga saat ini, “Saya memang berpendidikan barat tapi pertama-tama saya tetap orang Jawa”.

Sumber : kratonjogja.id

Perpustakaan Lainnya

Kunjungan dari Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Raja Ampat Papua Barat Kunjungan dari Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Raja Ampat Papua Barat
 22 June 2016  2062

Selasa 21 juni 2016 BPAD DIY mendapatkan kunjungan dari BadanPerpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Raja Ampat Papua...

PENGUNDIAN DOORPRIZE PAMERAN PERPUSTAKAAN PENGUNDIAN DOORPRIZE PAMERAN PERPUSTAKAAN
 22 August 2016  971

Pameran Perpustakaan dalam rangka pameran pembangunan DIY 2016 akan berakhir pada hari ini Senin 22 Agustus 2016. BPAD DIY...

PETUNJUK TEKNIS PUSTAKAWAN 2015 PETUNJUK TEKNIS PUSTAKAWAN 2015
 20 September 2016  7133

Setelah dinantikan cukuplama, akhirnya Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan diterbitkan. Sebagaimanakita ketahui bahwa...

Bedah Buku : “ Hidroponik Budidaya Tanaman Tanpa Tanah, Mudah, Bersih, Menyenangkan” di Balai Desa Logandeng, Gunung Kidul Bedah Buku : “ Hidroponik Budidaya Tanaman Tanpa Tanah, Mudah, Bersih, Menyenangkan” di Balai Desa Logandeng, Gunung Kidul
 12 March 2020  989

Yogyakarta - Pada hari Selasa, 10 Maret 2020 Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY menyelenggarakan Bedah Buku dengan judul...