Siapa mengira bahwa Yogyakarta pernah menjadi daerah pengekspor gula terbesar. Konon di wilayah Kasultanan Ngayogyakarta pernah berdiri sejumlah 17 pabrik gula yaitu pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII (1877 – 1921), demikian antara lain disampaikan KGPH. Hadiwinoto dalam Sarasehan Kearsipan yang diselenggarakan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY pada tanggal 15 Agustus 2009 di Hotel Ros-In Jl. Lingkar Selatan Yogyakarta. Berdirinya pabrik-pabrik gula yang umumnya milik warga asing Belanda dan sebagian Timur Asing memiliki dampak yaitu banyaknya tanah-tanah para bangsawan Jawa yang disewakan kepada pengusaha asing. Menurut Dr. S. Margana dosen FIB UGM, masalah itu dilatarbelakangi oleh kebutuhan-kebutuhan jangka pendek yang mendorong mereka untuk mendapatkan uang secara cash, sehingga dengan cara menyewakan tanah-tanah mereka kebutuhan untuk mendapatkan uang cash cepat terpenuhi. Maka pada jaman itu banyak dari kalangan bangsawan yang terlilit hutang.
Kepala Subbid Akuisisi dan Pelestarian Arsip Statis Gatot Guritno, SE. selaku ketua penyelenggara melaporkan, penyusunan naskah sumber arsip merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan layanan arsip terutama untuk meningkatkan aksesibilitas arsip. Karena naskah sumber arsip itu sendiri merupakan sarana temu balik arsip bertema tertentu yang dilengkapi dengan abstraksi maupun penjelasan sehingga dapat memberikan gambaran secara utuh mengenai arsip dalam tema tersebut. Sementara itu Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Drs. A. Gani Sardjito, MM Kepala Bidang Arsip Statis mengatakan, bahwa keberadaan arsip tidak hanya dirawat, dan dilestarikan tetapi harus disosialisasikan dan dipublikasikan baik secara visual maupun secara elektronik sesuai kemajuan jaman agar dapat dimanfaatkan secara lebih luas.
Sarasehan kearsipan diselenggarakan dalam rangka penyusunan Naskah Sumber Arsip yang bertemakan : Sewa menyewa tanah lungguh abdi dalem Kraton Yogyakarta dengan Pabrik Gula pada tahun , dengan menampilkan dua orang nara sumber yaitu KGPH. Hadiwinoto – Pengageng KHP. Wahono Sartokriyo Kraton Ngayogyakarta dan Dr. Sri Margana - Dosen Ilmu Sejarah FIB UGM. Sarasehan diselenggarakan dengan tujuan untuk mencari masukan dalam rangka penyusunan buku naskah sumber arsip seri 5. Satu hal yang penting dan perlu menjadi catatan, sebagaimana dikatakan KGPH. Hadikusumo bahwa tanah-tanah kraton yang dulu didirikan pabrik gula dengan status RVO (opstall) dan tanah-tanah yang saat itu digunakan untuk perkebunan tebu dengan status OG ( Ondernaming Ground) maka pasca runtuhnya pabrik-pabri gula tersebut mestinya tanah-tanah kembali pada status semula sebagai Sultan Ground. Tetapi dengan keluarnya UUPA banyak tanah-tanah SG yang berubah status. Dan perlu dipahami bahwa di wilayah DIY masih banyak tanah-tanah adat yang tidak sepenuhnya tunduk pada UUPA.
Event Lainnya
Enam Perpustakaan “istimewa” yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki aset manuskrip yang luar biasa, namun...
Penyelenggaraan good governance memerlukan adanya kewajiban instansi pemerintah untuk menyampaikan pertanggungjawaban...
Bedah buku yang dilaksanakan Badan perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta pada tahun anggaran 2012...