Awal Pebruari 2014 kami berkesempatan mengunjungi beberapa Perpustakaan desa khususnya di wilayah Kabupaten Gunungkidul, pada kesempatan tersebut kami melihat dengan seksama bantuan buku dan rak dari Perpusnas ke beberapa desa di DIY. Sebagian besar bantuan sudah sampai ke desa dan beberapa sudah diproses ditata di rak serta sudah siap dilayankan kepada pengguna, namun ada juga beberapa desa yang masih utuh di dos. Pertanyaan saya kemudian apa buku-buku yang dibantukan ke desa tersebut betul-betul dimanfaatkan oleh masyarakat?, artinya buku-buku yang tersusun rapi di rak pada salah satu ruangan di Kantor Balai Desa itu memang menjadi kebutuhan masyarakat desa untuk dibaca, ataukah hanya sekedar diterima oleh pemerintah desa karena sudah mendapat bantuan sedang fungsinya belum optimal sebab tidak lebih hanya sebagai pelengkap fasilitas kantor desa bahwa disitu ada ruang Perpustakaan. Beberapa Perpustakaan desa yang kami kunjungi kebetulan tak satupun pemustaka yang datang ke tempat tersebut, hal ini apakah saat kunjungan kami pada jam kantor dan jam sekolah sehingga banyak pelajar ataupun masyarakat yang sedang melakukan aktivitas atau keberadaan Perpustakaan desa belum menjadi kebutuhan masyarakat sekitar.
Bila kita simak lebih jauh bahwa bantuan buku dan rak oleh Perpusnas kepada desa itu dimaksudkan agar masyarakat terdorong meningkatkan minat baca, Perpusnas sebagai lembaga pemerintah yang befungsi memberikan fasilitasi kepada masyarakat memang berkewajiban memberikan bantuan untuk memicu dan mengawali terwujudnya Perpustakaan desa, mestinya selanjutnya diharapkan kreativitas desa untuk mengembangkan keberadaan Perpustakaan desa tersebut agar bisa berfungsi optimal. Sebagaimana kita ketahui bahwa persoalan mendasar pada pendidikan pada umumnya dan masalah perpustakaan pada khususnya adalah bagaimana menumbuhkan minat baca di kalangan masyarakat, sebab salah satu kelemahan bangsa kita adalah budaya baca yang masih rendah dibandingkan dengan Negara- Negara lain yang sudah berkembang. Sebagaimana diketahui bahwa membaca adalah kunci membuka wawasan pengetahuan, dengan membaca maka berbagai pengetahuan dapat kita ketahui, pelajari dan analisis sehingga berbagai ilmu pengetahuan dapat berkembang dan kualitas sumberdaya manusia bisa meningkat yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas suatu bangsa. Belakangan ini kita agak prihatin apabila melihat kenyataan bahwa bangsa kita yang bekerja di luar negeri sebagian besar adalah tenaga yang tidak terdidik, banyak berita dari berbagai media masa memberitakan bahwa tenaga kerja Indonesia lebih banyak adalah tenaga kerja wanita sebagai pembantu rumah tangga yang posisi tawarnya di mata Negara tersebut sangat rendah dan apabila terjadi kasus pelecehan terhadap harkat dan martabat warga kita di luar negeri peran Negara sangat terbatas, maka yang sering terdengar oleh kita yaitu WNI dihukum gantung sedang keluarga tinggal menerima secara pasrah. Padahal kenyataan yang terjadi sesungguhnya barangkali tidak selamanya tenaga kerja kita yang salah, namun karena posisi tawar yang rendah dan ketidak berdayaan terhadap kondisi di lapangan yang menyebabkan mereka mempertahankan harga diri sehingga harus melakukan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan majikan sehingga mereka harus berbuat sesuatu yang berujung pada persoalan hukum, sementara kondisi di rumah (Indonesia) kadang juga tidak seperti yang diharapkan sebagaimana impian mereka pada saat akan berangkat ke luar negeri yang dielu-elukan sebagai pahlawan devisa dan sebagainya.Banyak kisah yang menceritakan ketika suami dan anak ditinggal pergi bekerja keluar negeri oleh istrinya, mereka para suami tersebut tidak mampu menahan hasrat biologisnya, sehingga berkembang kasus perselingkuhan dan anaknya menjadi tidak terurus. Kondisi semacam ini sungguh ironi, persoalan ekonomi keluarga yang menjadi salah satu masalah dan kemudian ada solusi dengan bekerja ke luar negeri sebagai pembantu rumah tangga dengan harapan mendapatkan penghasilan yang besar dikirimkan ke Indonesia untuk mencukupi kebutuhan keluarga baik sandang pangan maupun papan serta yang tak kalah pentingnya adalah kelangsungan masa depan anak-anaknya, namun realitas berbicara lain
Fenomena seperti ini mestinya menjadi refleksi kita semua bahwa aspek sumberdaya manusia terutama dari sisi kualitas masih sangat perlu untuk diperhatikan secara seksama, apalagi di era global ini bahwa peran sumberdaya manusia amat sangat strategis untuk meningkatkan posisi tawar, bukan tidak mungkin kita akan menjadi penonton di negeri kita ketika pasar bebas betul-betul dibuka atau diberlakukan sementara aspek sumberdaya manusianya belum dipersiapkan dan belum digarap dengan baik. Seperti contoh beberapa perusahaan di Indonesia, lebih-lebih perusahaan asing disini senantiasa menempatkan orang-orang kita sebagai buruh dan memang salah satu pertimbangan mereka berinvestasi di Indonesia karena upah buruh yang murah dibanding dengan Negara-negara lainnya disisi lain menempatkan orang asing pada posisi-posisi strategis seperti manajer dan sebagainya, artinya bahwa orang asing yang bekerja di Indonesia tentu pada posisi tawar yang tinggi sedang tenaga kerja kita baik di dalam maupun di luar negeri senantiasa pada posisi yang rendah baik buruh, pembantu rumah tangga dan tenaga-tenaga rendahan lainnya. Pertanyaannya akankah kita selamanya seperti ini dan sampai kapan kita akan seperti ini, kapan kondisi seperti akan berubah kearah yang lebih baik sehingga bangsa Indonesia betul-betul menjadi bangsa yang besar, disegani dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain di dunia dengan kualitas sumberdaya manusia yang unggul dan kompetitif. Pertanyaan ini selalu menggelitik penulis untuk menumpahkan ide gagasan dan berbagai sumbang saran agar ke depan ada perubahan yang signifikan menuju pada hari esok yang lebih baik, secara spesifik pada kesempatan ini kami lebih menyoroti peran Perpustakaan desa agar lebih optimal pengelolannya sehingga menjadi wahana yang menarik bagi masyarakat, beberapa ide, gagasan, pendapat dan saran yang kami lontarkan adalah sebagai berikut;
Topografi desa
Desa secara geografis bisa kita kategorikan desa dekat perkotaan atau perbatasan dengan kota, desa seperti ini pola kehidupannya hamper sama dengan masyarakat kota, bahkan perumahan-perumahan banyak dibangun di desa-desa yang tidak jauh dari perkotaan sehingga perilaku masyarakatnya sulit dibedakan dengan kehidupan di kota apalagi di kompleks perumahan tersebut juga sudah dilengkapi dengan fasilitas pertokoan yang nyaris semua kebutuhan hidup ada di toko tersebut, pada tipologi masyarakat desa seperti ini perlakuannya hamper sama dengan kota, jenis bahan bacaan dan fasilitas penunjangnya harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat tersebut. Kemudian desa yang agak jauh dari kota, hamper semua desa sekarang sudah mendapatkan akses fasum seperti listrik dan prasarana jalan yang memadai sehingga sekalipun agak jauh dari perkotaan namun relative mudah dijangkau. Pengamatan kami pola kehidupan masyarakat desa tersebut walaupun mata pencaharian mereka banyak yang petani dan peternak namun fasilitas komunikasi dan transportasi sudah cukup memadai seperti memiliki handphone dan kendaraan bermotor maka tidak mengherankan kalau mobilitas mereka menjadi tinggi serta tuntutan pengetahuan mereka juga menjadi luas, kehadiran Perpustakaan desa ditengah-tengah masyarakat desa seperti ini semestinya relevan sepanjang mampu memberikan manfaat bagi kehidupannya. Kiranya perlu dikaji kebutuhan bahan bacaan apa saja yang pas bagi tipologi masyarakat seperti ini, kemudian buku-buku yang diperbantukan disana mestinya juga selaras dengan kebutuhan masyarakat tersebut, pilihan judul buku tentang pertanian, peternakan dengan sentuhan Teknologi yang mampu memberikan peningkatan produktivitas dan memberikan nilai tambah nampaknya agak cocok disitu. Kemudian tipologi desa pedalaman yang jauh dari hiruk pikuk kota, desa seperti ini kadang sulit aksestabilitasnya, sinyal HP sulit karena jauh dari receiver, listrikpun kadang agak sulit dijangkau walaupun sekarang hamper semua desa sudah teraliri listrik, jalan-jalan desa kondisinya tidak selalu bagus bahkan harus melalui jalan setapak untuk menuju fasum. Kehadiran Perpustakaan desa seperti ini butuh perjuangan yang ekstra agar bisa memiliki nilai manfaat yang sesuai dengan kebutuhan mereka, akan lebih cocok orientasinya diperuntukkan kepada anak-anak sekolah di desa tersebut disamping harus dilengkapi dengan buku-buku koleksi tentang pertanian, peternakan serta religious.
Perpustakaan merupakan sarana penunjang pendidikan, keberlangsungan proses pendidikan akan semakin baik bilamana ditunjang dengan kelengkapan Informasi salah satunya adalah kehadiran Perpustakaan, adapun pilar pendidikan meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat maka idealnya akses Informasi berupa bahan pustaka itu tersedia baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat. Faktanya belum semua keluarga memiliki Perpustakaan pribadi, belum semua sekolah dilengkapi dengan Perpustakaan yang memadai dan belum semua masyarakat mudah mengakses Perpustakaan baik Perpustakaan umum, komunitas serta Perpustakaan desa. Pada sisi lain model pendidikan keluarga kita secara tidak sadar terkesan menyebabkan anak menjadi tergantung dan tidak mandiri, ambil contoh sejak bayi anak tidur bersama kedua orangtuanya bahkan didekap erat-erat sebagai bentuk kasih sayang, selanjutnya mulai taman kanak-kanak anak diantar jemput bahkan ditunggui di sekolahnya bahkan lebih ironis lagi orangtua atau pembantunya ikut sekolah. Bandingkan dengan Negara yang sudah maju, sejak bayi tidurnya sudah dipisah dengan kedua orang tuanya dan selanjutnya sejak TK hanya boleh diantarkan sekali ke sekolah oleh orang tuanya selebihnya menjadi tanggung jawab sekolah sehingga pulang pergi ke sekolah dan selama di sekolah anak-anak di Jepang sudah terbiasa mandiri ( dikisahkan oleh mahasiswa Indonesia yang tugas belajar di Jepang). Pendapat kami upaya menumbuhkan minat baca akan lebih bagus kalau dimulai sejak dini dimulai dari keluarga inti atau dari komunitas terkecil serta diberikan contoh oleh orangtuanya/diteladani dan senantiasa dibimbing khususnya dalam kebiasaan membaca. Pola asuh anak kita sebagaimana dijelaskan diatas bahwa menjelang tidur biasanya minta ditemani (dikeloni) walau mungkin mendidik kurang mandiri namun ada sisi bagusnya yaitu pada kesempatan itu orangtua bisa memberikan pesan dengan mendongeng, pilihan temanya bisa berupa karakter tokoh masyarakat yang berpengaruh dan mempunyai nilai-nilai patriotisme sehingga anak akan mudah mengenang ketokohan dan bisa sebagai referensi sikap dan perilakunya, bisa juga berupa pengalaman orang tua yang memiliki nilai-nilai integritas, kebaikan hati, kompetensi dan sebagainya yang bermanfaat bagi perkembangan jiwa anak. Selanjutnya untuk menambah referensi materi mendongeng kepada anak menjelang tidur, tentunya para orang tua butuh bahan pustaka atau referensi agar banyak variasi dan ceritanya menyegarkan, oleh sebab itu maka kehadiran Perpustakaan kiranya cocok untuk mendukung hal tersebut.
Kiat mengelola Perpustakaan desa
Pengamatan kami di beberapa desa para pengelola Perpustakaan desa belum menunjukkan kreativitas mereka untuk mendorong optimalisasi peran Perpustakaan, umumnya masih sekedar menerima bantuan menyediakan tempat menata buku ke dalam rak sesuai petunjuk ketika di bimtek selesai. Langkah lebih lanjut setelah mendapat bantuan Perpustakaan desa mustinya diikuti dengan ide-ide kreatif bagaimana agar Perpustakaan desa ini bisa berfungsi dan menjadi wahana belajar bagi masyarakat sekitar yang menyenangkan dan memang dibutuhkan oleh mereka, beberapa tips untuk Perpustakaan desa antara lain;
- Perpustakaan desa sebaiknya jam layanannya buka sampai dengan malam hari karena pengguna atau pemustakanya memiliki waktu luang setelah beraktivitas, seperti anak sekolah mereka waktu luangnya setelah pulang dari sekolah sekitar jam 13.00, sedangkan para pekerja umumnya waktu luangnya sore dan malam hari, sehingga kalau Perpustakaan hanya buka pada jam kantor maka kurang optimal. Barangkali persoalannya adalah petugasnya bagaimana? perlu dipikirkan untuk melibatkan masyarakat sekitar agar pelayanan bisa lebih optimal sekaligus memberikan dampak positif terhadap perkembangan daerah sekitar, langkah awal dijajagi terlebih dahulu dengan mengidentifikasi remaja desa yang bersedia menjadi volunteer menjadi petugas pelayanan, kemudian seberapa banyak dibutuhkan tenaga untuk memberikan pelayanan disana dengan asumsi bahwa dalam satu hari rata-rata dikunjungi 50 - 100 pelanggan misalnya, kemudian pelibatan tokoh masyarakat sekitar perlu dilakukan termasuk karang tarunanya untuk bisa terlibat dalam proses pengelolaan tersebut , harapan kami petugas dari desa dapat diatur dengan shif pagi dan siang adapun segmen pagi sampai siang diprediksi banyak dikunjungi oleh anak-anak, sedangkan sore untuk aktivitas ibu-ibu PKK sedangkan malam banyak dikunjungi kalangan remaja dan dewasa, maka untuk shif sore-malam petugasnya melibatkan pemuda sekitar tentunya dengan pembekalan dan perikatan yang jelas.
- Perpustakaan dibuat menarik, seperti misalnya dilengkapi dengan fasilitas computer atau kidsmart (perangkat seperti game zone namun aplikasinya berisi permainan yang mendidik). Sebagaimana kita ketahui bahwa jaman sekarang tidak terelakkan lagi anak-anak mengenal Teknologi Informasi sejak dini, perangkat elektronik seperti handphone, computer dan berbagai piranti elektronik lainnya sudah familier bagi anak-anak, begitu pula Informasi sangat mudah diakses melalui piranti-piranti tersebut dengan kata lain anak-anak sekarang sudah IT minded. Oleh sebab itu maka kelengkapan computer di Perpustakaan desa diperlukan disamping untuk menarik minat pengunjung juga second information bisa didapatkan dari perangkat tersebut yang dilengkapi dengan jaringan internet. Pengamatan kami di RBM (rumah belajar modern) milik BPAD DIY dan pelayanan Perpustakaan Kabupaten Gunungkidul justru yang paling banyak diminati oleh pengguna jasa dalam hal ini anak-anak adalah perangkat computer/layanan internet dan kalau hanya sekedar buku justru kurang begitu diminati. Selain internet dan hotspot wifi perlu dilengkapi juga koleksi Koran local dan nasional serta majalah-majalah sesuai kebutuhan mereka. Pertanyaannya kemudian tentu bagaimana hal itu bisa diujudkan sementara belum ada anggaran untuk mendukung operasionalnya.
- Operasional Perpustakaan desa butuh dana, darimana ?
Beberapa sumberdana yang dimungkinkan bisa untuk meningkatkan operasionalisasi Perpustakaan desa antara lain; bersumber dari APBDes, rencana bantuan dana ke desa berdasarkan UU Desa yang diwacanakan Rp 1 milyar/tahun seandainya 5% saja dari dana tersebut untuk operasional Perpustakaan desa barangkali sudah cukup untuk operasional, perlu juga dijajagi orang-orang sukses dari desa tersebut untuk peduli terhadap pengembangan Perpustakaan di desanya kiranya cukup banyak orang-orang desa tersebut yang sukses baik yang masih tinggal di desa maupun yang sudah merantau, sumbangan berupa financial maupun koleksi bahan pustaka perlu sebagai langkah optimalisasi Perpustakaan desa, disamping itu perlu juga diupayakan CSR dari perusahaan-perusahaan yang peduli terhadap pendidikan.
- Perpustakaan desa bisa diintegrasikan dengan PKBM (pusat kegiatan belajar masyarakat). Pemerintah melalui dinas pendidikan mempunyai program pendidikan formal maupun non formal dan informal, pendidikan formal sebagaimana diketahui seperti jenjang SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK sedangkan pendidikan non formal seperti kejar paket A,B dan C. Kejar paket umumnya diikuti oleh orang-orang yang membutuhkan bukti otentik ijazah karena berbagai hal, seperti sudah bekerja sedang ijazahnya hilang atau memang mereka butuh ijazah karena lembaganya membutuhkan sedang mereka tak mampu menunjukkannya. Keberadaan PKBM untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar sesuai kebutuhan masyarakat walau kadang eksistensi PKBM ini kadang dibutuhkan oleh para pengelola untuk meraih bantuan dari pemerintah. Terlepas dari kepentingan pengelola ada satu hal yang barangkali bisa kita ambil momentumnya dikaitkan dengan pengembangan Perpustakaan desa yaitu pengelolaan Perpustakaan desa menyatu dengan PKBM, sehingga balai desa dapat multi fungsi, fungsi utamanya untuk penyelenggaraan pemerintahan sedang sisi lain bisa menjadi pusat aktivitas masyarakat termasuk didalamnya adalah kegiatan belajar mengajar yang didukung dengan Perpustakaan desa.
Demikian beberapa gagasan untuk pengembangan Perpustakaan desa yang diawali dari bantuan buku-buku dan rak dari Perpusnas dan Pemerintah DIY untuk beberapa desa, targetnya seluruh desa di DIY dapat terbantu, sehingga dapat memacu percepatan program minat baca masyarakat melalui Perpustakaan desa.
Artikel Perpustakaan Lainnya
HUT Grahatama Pustaka Perpustakaan Grhatama Pustaka â€" Yogyakarta dikenal sebagai kota wisata, budaya, dan pendidikan di...
Suatu kawasan dapat dinyatakan sebagai kawasan bersejarah karena memiliki citra yang khas. Kekhasan citra tersebut dapat...
Ungkapan tradisional berkembang di dalam masyarakat dengan cara oral atau lisan, artinya disebarluaskan dari mulut ke mulut....
Kotagede merupakan sebuah kota lama dari abad ke-16, sekaligus bekas Ibukota Kerajaan Mataram Islam di zaman Panembahan Senapati....